“Beliau terus memimpikan suatu saat bisa kembali ke Gereja Bethany Nginden,” ujar salah seorang yang sangat dekat dengan Pak Alex. “Kalau beliau bisa kembali,” ujar orang tersebut, “Beliau hanya ingin minta ampun kepada seluruh jemaat tentang apa pun kesalahan yang beliau lakukan. Terutama soal status kepemilikan gereja itu,” ujarnya.
“Beliau akan mengembalikan gereja itu menjadi kembali milik umat,” katanya. Ia mengaku tidak sendirian mendengarkan kata-kata Pak Alex seperti itu. Juga bukan hanya sekali. Ia menyebut nama-nama orang yang ikut mendengarkannya. “Tolong jangan disebut nama-nama itu. Agar jangan sampai ditahan,” katanya.
Ia mengatakan tidak ada lagi orang yang berani berhadapan dengan Aswin sejak lama. “Aswin itu orang kuat. Siapa melawannya bisa bernasib seperti Sudjarwo,” ujarnya. Sudjarwo adalah aktivis Bethany yang juga salah satu orang dekat Pak Alex. Yang karena membela Pak Alex sampai harus menjadi tersangka. Dengan sangkaan memberi keterangan palsu. Dan sempat ditahan. Sejak itu tidak ada yang berani lagi menjadi Sudjarwo. “Saya sebenarnya berani, tetapi istri saya nangis-nangis. Jangan sampai saya ditahan,” ujarnya.
Saya sendiri semula sudah senang akan bisa wawancara dengan Pendeta Aswin, tetapi sesaat kemudian beliau membatalkannya. Dengan alasan beliau lagi menjalani isolasi mandiri. ‘Sedang isolasi’ itu pula yang menjadi alasan mengapa Aswin tidak hadir di persemayaman ayahnya. Pun juga alasan pandemi Covid-19 yang membuat jenazah Pendeta Alex tidak disemayamkan di gereja Bethany Manyar –sebagaimana jenazah ibunya dulu. Itu demi memenuhi aturan pemerintah di bidang protokol kesehatan.
Saya memaklumi batalnya wawancara itu. Isolasi kini bisa dijadikan alasan pembenar di banyak hal. Maka saya tawarkan untuk wawancara lewat Zoom, tetapi beliau juga tidak bersedia. Saya pun mengirimkan beberapa pertanyaan tertulis. Salah satunya: apakah Pak Aswin akan hadir di persemayaman itu seandainya lagi tidak isolasi mandiri. Pak Aswin menjawab bahwa beliau tidak bersedia menjawab. Beliau, untuk saat ini, memilih bersikap diam. Saya pun memaklumi sikap itu. (dahlan iskan)