Secara keseluruhan, alokasi anggaran perlindungan sosial terkait pandemi memang menurun. Dalam APBN 2020 pemerintah menganggarkan Rp203,9 triliun. Namun, dalam RAPBN 2021 anggarannya tinggal Rp110,2 triliun.
Terus terpangkasnya bantuan tunai untuk masyarakat memang ironis. Mengingat, di sisi lain pidatonya Presiden menyebut kunci pertumbuhan ekonomi kita saat ini adalah konsumsi rumah tangga.
Bagaimana rakyat bisa menambah konsumsinya, jika mereka kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan juga kehilangan bantuan sosial dari pemerintahnya?
Dan keempat, serapan belanja pemerintah sangat rendah. Kementerian Keuangan menyebutkan, hingga akhir Juli kemarin, realisasi belanja untuk PEN baru mencapai 19 persen, atau sekitar Rp136 triliun dari total Rp695 triliun yang dianggarkan.
Itu serapan yang sangat rendah. Padahal, di sisi lain pemerintah telah diberi “kekebalan hukum” dalam mengalokasikan dan menggunakan anggaran.
Jika serapan belanja pemerintah hingga kuartal kedua saja serendah itu, maka proyeksi bahwa pertumbuhan ekonomi kita bisa kembali ke angka 5 persen tahun depan adalah proyeksi yang terlalu muluk.
Dengan empat catatan tadi, saya bisa menilai pidato Presiden kemarin memang kurang realistis. Itu bukan kado yang diharapkan di tengah perayaan HUT Kemerdekaan RI ke-75.
Dr. Fadli Zon, M.Sc.
Chairman Institute for Policy Studies (IPS), Alumnus Studi Pembangunan London School of Economics (LSE), Inggris