Itu terjadi setelah konfederasi buruh bersedia digandeng DPR untuk masuk dalam tim kerja bersama dalam membahas omnibus law, khususnya yang terkait klaster ketenagakerjaan. ”Saya yakin ini suatu sinergi yang baik antara buruh, DPR, dan pemerintah,” ucapnya.
Selama ini klaster ketenagakerjaan memang paling ditentang kaum buruh karena dianggap merugikan pekerja dan menguntungkan pemodal atau pengusaha.
Misalnya soal rencana penghapusan upah minimum kabupaten/kota (UMK), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), diperluasnya outsourcing, penghapusan pesangon, hingga kemudahan mempekerjakan unskill workers (buruh kasar) asing. Nah, melalui tim kerja bersama, Supratman berharap bisa mengakomodasi aspirasi serikat pekerja tersebut.
Lebih jauh disampaikan, dalam setiap pembahasan, DPR tidak serta-merta menyepakati klausul pasal-pasal yang disodorkan pemerintah. ”Panja tidak sekadar menerima cek kosong dari pemerintah,” klaimnya.
Diungkapkan, beberapa norma usulan pemerintah dalam draf omnibus law dirombak total. Salah satunya soal kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah (pemda). Awalnya, beber Supratman, kewenangan pemda dipangkas dan diambil alih pemerintah pusat.
Salah satunya perizinan berusaha yang kewenangannya jadi domain pusat. ”Tapi, dalam perkembangannya, kewenangan daerah sudah dikembalikan lagi,” imbuh Supratman.