“Saya mendapat giliran suntik tanggal 25 Agustus,” ujar Ridwan Kamil ketika saya telepon kemarin. Berarti Selasa lusa.
Gubernur merasa sudah mendapat penjelasan lengkap mengenai konsekuensi menjadi relawan. Termasuk harus menjalani dua kali suntikan. Ia merasa aman-aman saja. Kenapa harus dua kali? “Karena vaksin ini bukan dari virus Covid-19 yang dilemahkan, tapi dari virus yang dimatikan,” katanya. Itulah penjelasan yang ia terima. Maksudnya: vaksin ini lebih aman.
Sejauh ini di Tiongkok sendiri belum ditemukan efek negatif dari vaksin ini.
Berarti Bio Farma nanti harus memproduksi dua kali lebih banyak dari jumlah orang yang harus divaksinasi.
Kalau pun Erick kini juga lagi bicara dengan dua perusahaan vaksin Tiongkok lainnya bukan berarti meragukan Sinovac. Itu semata-mata melihat kemampuan produksi pabrik vaksin. Yang tidak akan sebesar keperluan seluruh dunia.
Bio Farma bukan baru sekali ini bekerjasama dengan Sinovac. Di program vaksinasi polio, misalnya, Bio Farma juga bekerjasama dengan Sinovac.
Saham Sinovac, yang sudah lama go public di pasar modal Nasdaq New York, mengalami kenaikan besar bukan di vaksin Covid-19 ini, tapi saat mulai memproduksi vaksin hepatitis A dan B dulu. Sedang nama Bio Farma ngetop saat memproduksi vaksin flu burung.
Kini semua orang memang menunggu vaksin Covid-19 itu. Apalagi kalau melihat berita harian DI’s Way kemarin: kini di Beijing tidak wajib lagi pakai masker. Rasanya di bulan Agustus ini justru orang Beijing yang merdeka. (dahlan iskan)