Henry adalah raja tanah. Ia lagi bertengkar dengan raja-raja tanah lainnya.
Ia juga pernah menggugat Pemkot Surabaya. Ia mempersoalkan kepemilikan kebun bibit seluas 2 hektare di dalam kota Surabaya.
Henry menang dalam gugatan itu. Tapi saya merayunya: Anda memang menang, tapi baiknya tanah kebun bibit itu Anda serahkan ke negara, ke Pemkot. Kalau tidak, Anda akan dimusuhi rakyat Surabaya.
Masyarakat sudah menganggap kebun bibit adalah fasilitas umum kota.
Henry mendengarkan pendapat saya. Ia diam sebentar. Menunduk. Lalu menyalami saya. “Saya akan serahkan tanah itu ke Pemkot,” katanya.
Maka kebun bibit itu menjadi tidak masalah lagi. Di masa wali kota Risma, kebun bibit itu menjadi paru-paru kota yang rimbun.
Kejadian itu jauh sebelum saya sakit. Berarti juga jauh sebelum saya pindah ke Jakarta –untuk menjadi sesuatu itu.
Rupanya terlalu lama saya meninggalkan Surabaya. Pulang-pulang sudah banyak yang berubah. Teman-teman saya, para pengusaha itu, banyak yang bertengkar. Gajah pada lawan gajah.