Personel grup musik Project Pop itu membantah bahwa program tersebut mengarahkan masyarakat menjadi influencer pro pemerintah.
“Sebenarnya dari dua sisi itu sudah menjelaskan kalau misalnya orang-orang ini mau beragenda apa. Mengkritisi pemerintah sih saya setuju enggak masalah, dalam hal ini kan pemerintah harus selalu dijaga kerjanya,” tegas dia.
“Cuma memang kalau dalam posisi oposan mengkritisi, mungkin agendanya udah berbeda. Tapi kalau misalnya mau masuk dari Siberkreasi salah sasaran karena semua serba terbuka. Di situ sudah bisa dilihat anggaran yang masuk berapa, dan larinya ke mana,” papar Yosi.
Terkait anggaran pelatihan influencer yang mencapai Rp90 miliar, Yosi pun tak habis pikir mengenai hal tersebut. Sebab anggaran yang diberikan selama menjalankan program Siberkreasi tak sebesar itu.
“Itu boro-boro Rp90 M. Untuk 14 kegiatan di lima kota itu budgetnya Rp1,6 M. That’s it. Terus para pekerja di Siberkreasi tidak ada yang digaji. Ada kan yang bilang harus kerahkan KPK untuk periksa rekening saya, ya silahkan. Paling saya malu dikit karena ada kasbon juga sama manajer sekali-kali,” pungkasnya. (antara/jpnn)