Mimpi dan doa itu gratis. Tak ada resiko apapun bermimpi dan berdoa setinggi langit. Bahkan Bung Karno mengatakan, “Bermimpilah setinggi langit. Kalau pun jatuh, engkau akan jatuh diantara diantara bintang-bintang”.
Masalah bangsa ini jangan-jangan karena untuk bermimpi pun kita takut. Inferiority complex seperti inilah yang mungkin menghambat kita maju. Bangsa-bangsa maju juga hidup 24 jam dan diberi jiwa raga seperti kita. Bedanya mereka punya mimpi dan berusaha mewujudkan mimpinya itu dengan strategi dan kerja keras. Lahirlah banyak inovasi yang mengubah dunia.
Sikap inferior ini harus kita pupus. Bergembiralah melihat prestasi orang lain. Janganlah melulu melihat celah masalah orang lain. Banggalah dengan apa yang kita miliki dan kita capai. Kadang ada orang yang selalu underestimate terhadap orang lain, juga terhadap dirinya, kelompoknya, institusinya, bahkan bangsanya sendiri.
Nampaknya bagi mereka yang inferior, suatu hal yang aneh kalau tiba-tiba kita menjadi maju. Seolah-olah kita ditakdirkan sebagai follower dan tertinggal selamanya. Tidak ada keberanian untuk menjadi yang terdepan. Mungkin tidak sedikitpun terbayang dalam mimpinya untuk menjadi orang yang maju. Inilah ciri-ciri mental inferior yang harus kita pupus.
Mengapa kita punya inferiority complex? Orang sering menjawab karena penjajahan 350 tahun. Tetapi mestinya jawaban hari ini adalah karena kita tidak berani menghentikan inferiority complex tersebut. Penjajahan adalah masa lalu dan janganlah selalu meratapi masa lalu itu.
Yang kita hadapi adalah hari ini dan masa depan. Yang diperlukan hari ini dan masa depan adalah karya besar. Jadi tidak ada cara lain selain mengubah mindset kita agar selalu membuat karya besar. Karya besar hanya bisa lahir dari mimpi besar. Mimpi besar hanya bisa terwujud dengan usaha ekstra besar, dan dimulai dari langkah kecil yang kita mampu. Yang penting adalah mulai melangkah.