Waktu itu saya baru satu tahun menjalani transplan hati. Saya pun belum tahu bisa hidup berapa tahun lagi.
Di acara reuni itu optimisme saya muncul. Terutama ketika melihat pertunjukan di panggung. Yang dilakukan oleh mereka yang sudah lebih dulu menjalani transplan hati.
”Benarkah yang main wushu itu pernah menjalani transplan hati?” tanya saya kepada petugas rumah sakit yang duduk dekat saya. Saya seperti tidak percaya mantan pasien transplan bisa main wushu seseru itu.
”Ia menjalani transplan lima tahun lalu,” ujar petugas rumah sakit tersebut.
Saya pun menjadi lebih optimistis lagi. Memang tidak akan bisa sampai main wushu sekelas itu. Tapi minimal bisa beraktivitas normal.
Orang yang duduk di sebelah saya juga kelihatan normal. ”Saya sudah 9 tahun,” ujar orang Korea yang duduk di dekat saya itu.
Dorongan optimisme di acara reuni itulah yang membuat saya juga merasa menjadi orang ”normal”. Tidak disangka setahun setelah reuni itu saya sendiri justru menjadi sesuatu di Jakarta.