“Seakan yang radikal itu hanya umat Islam atau para huffaz Alquran atau yang bisa berbahasa Arab atau yang berakhlak mulia,” tukas Ketua LBH Pelita Umat ini. Chandra menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum sehingga perlu terdapat kepastian hukum agar seseorang tidak mudah distigma dan dipersekusi.
Dia juga sangat menyayangkan seruan “memerangi radikalisme” tersebut karena dapat dinilai sebagai seruan yang tidak memiliki dasar hukum dikarenakan hingga saat ini tidak terdapat definisi konkret dan/atau unsur-unsur apa saja yang dapat disebut radikal berdasarkan peraturan perundang-undangan.
“Dan tidak terdapat peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa radikal termasuk perbuatan yang dapat dipidana,” pungkas Chandra.
Sebelumnya Kemenag sudah menyampaikan klarifikasi soal pernyataan Menag Fachrul Razi tentang penyebaran radikalisme melalui orang berpenampilan menarik alias good looking.
Dirjen Bimas Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, pernyataan Menteri Fachrul dalam seminar web bertema Strategi Menangkal Radikalisme Pada Aparatur Sipil Negara yang disiarkan kanal KemenPAN-RB di YouTube itu sebagai ilustrasi semata.
“Jadi pernyataan Pak Menag soal good looking itu hanya ilustrasi,” ujar Kamarudin di Jakarta, Jumat (4/9) lalu. (fat/jpnn)