Jakob Oetama

0
55

Waktu itu, perdebatan mana yang lebih baik –menyindir berlama-lama atau bisa membentak tapi hanya sekali– tidak pernah reda di kalangan wartawan saat itu. Topik perdebatan itu lebih disederhanakan: pilih jalan Mochtar Lubis atau Jakob Oetama. Terutama dalam memilih strategi perjuangan menegakkan demokrasi.

Perdebatan seperti itu kini tidak ada lagi di kalangan pelaku media masa. Tidak ada lagi yang perlu diperdebatkan. Bahan yang dibahas juga habis –tidak ada lagi mahasiswa yang galak. Yang mestinya membahas pun –para wartawan profesional– sudah lelah. Atau takut pada bos pemilik media.

Gaya Pak Jakob adalah gaya yang ternyata lebih bisa diterima siapa saja –kecuali yang progresif.

Nyatanya Kompas menjadi raja media masa di Indonesia. Lalu menjadi raja toko buku: Gramedia. Raja hotel: Santika-Amaris. Dan banyak lagi.

Bahkan bisnis Kompas melebar ke mana-mana: perkebunan, jalan tol dan bank –Bank Media yang kemudian dilepas.

Tapi Kompas telat masuk bisnis TV. Saya yakin itu karena idealisme yang berlebihan sebagai wartawan media cetak. Seperti juga saya.