Sementara itu, menurut Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono, meskipun kajian ilmiah dan permodelan dapat menentukan potensi magnitudo maksimum, gempa megathrus, pada kenyataannya hingga saat ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi secara tepat dan akurat kapan dan dimana gempa akan terjadi.
“Dalam ketidakpastian ini, maka yang perlu dilakukan adalah upaya mitigasi dengan menyiapkan langkah-langkah kongkrit untuk meminimalkan risiko kerugian sosial ekonomi dan korban jiwa,” ujarnya.
Informasi potensi gempa kuat di zona megathrust seperti ini, katanya memang rentang memicu keresahan akibat salah pengertian.
Masyarakat lebih tertarik membahas kemungkinan dampak buruknya daripada pesan mitigasi yang mestinya harus dilakukan.
“Kecemasan publik akibat informasi potensi gempa megathrust Selatan Jawa muncul akibat salah paham. Para ahli menciptakan model potensi bencana, yang tujuannya untuk acuan mitigasi. Tetapi masyarakat memahaminya seolah akan terjadi bencana besar dalam waktu dekat. Masalah komunikasi sains ini harus diperbaiki,” tutupnya. (*/ran)