Kriteria Figur Kepala Bappeda Kabupaten Bogor ke Depan

0
32
pelanggaran pilkades
Sekretaris Tim Pemantau Pilkades Serentak Kabupaten Bogor, Yusfitriadi, saat ekspose hasil temuan Pilkades Serentak 2019, di Cibinong, Selasa (5/11/2019).
Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Yusfitriadi

BOGOR – RADAR BOGOR, Ketika kita berbicara siapa dan seperti apa sosok ideal yang harusnya menempati kepala Bappedalitbang Kabupaten Bogor ? Maka kita harus berangkat dari permasalah terkait program dan kinerja pemerintahan Kabupaten Bogor.

Karena di Bappedalitbang itulah semua desain, perencanaan dan skenario implementasi berbagaj program pemerintah di racik. Menurut saya secara garis besar ada tiga masalah yang sekarang terlihat dalam program dan konerja pemerintahan kabupaten bpgor. Pertama, SKPD dalam menjalankan programnya tidak terintegrasi.

Kesan yang kita tangkap adalah SKP Jalan masing2 dalam melaksanakan progralnya, sehingga tidak terlihat satu kesatuan ukuran keberhasilan secara kolektif di pemerintahan kab. Bogor.

Sehingga, sosok kepala Bapeedalitbang yang akan datang harus mampu mendesain program yang terintegrasi menuju pada satu muara yaitu visi dan misi pemerintah kabupaten bogor yang sudah dirumuskan melalui RPJMD.

Contoh yang paling sederhana, Dispora setiap tahun selalu mengadakan pelatihan, begitupun Kesbangpol, ataun Dinas Koperasi dan UMKM. Pelaksanaan dan hasil dari pelatihan tersebut tidak pernah bisa diukur.

Seharusnya, di dinas yang lain ada program umplementasi sampai pada hasil yang sesuai dengan pelatihan tersebut. Kedua, lemahnya penelitian.

Bappedalitbang, selain badan perencanaan juga badsn penelitian dan pengvangan. Namun sejauh yang saya tahu, tidak banyak bahkan tidak ada program-program riset yang harus dijadikan rujukan dalam mendesain pelaksanaan program, maupun yang mengukur keberhasilan sebuah program.

Sehingga, sangat wajar ketida banyak program yang tidak tepat sasaran, karena program seringkali dilaksanakan bukan berbasis hasil penelitian. Maka akan susah untuk mendapatkan prinsip akuntabikitas dan trabsparansi.

Harapannya sosok kepala Bappeda yang akan datang mempunyai orientasi kepada penelitian, agar desain perencanaan dan implementasi program mampu diukur dan dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Ketiga, evaluasi kinerja secara berkala. Untuk mengetahui SKPD2 bekerja maksimal atau tidak, tidak bisa hanya sekedar mengandalkan evaluasi tahunan yang terkadang hanya sekedar formalitas dan bersifat administratif.

Saya sebetulnya menyambut baik pernyataan sekda beberapa bulan yang lalu yang menyampaikan bahwa bupati akan mengevaluasi SDKPD- SDKPD setiap minggu, walaupun saya juga sangat psimis bisa dilaksanakan.

Karena instrumen dan desainya tidak pernah ada untuk mengevaluasi dan mengukur kinerja tersebut. Oleh karena itu, saya berharap Bappeda ke depan untuk memberikan warna baru dalam mengevuasi progress secara periodik SKPD- SDKPD, termasuk mendesaib penegakan reward and punishment dari hasil evaluasi tersebut.

Selalu membengkaknya SILPA dalam setiap tahunya mungkin salah satunya, diketahuinya di ujung tidak setiap periodik, sehingga tidak bisa dievaluasi.

Keempat, partisipatory. Keterlibatan masyarakat dalam berbagai program pemerintah merupakan sebuah prinsip yang harus dipegang oleh pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan, mengorganisir dan mengevuasi program.

Terlihat tidak optimal pemerintah dalam melaksanakan da mengevaluasi programnya yang bersifat partisipatif. Baru melibatkan masyarakat dalam perencanaan, yang sering disebut musrembang.

Itupun yang saya perhatikan terkadang hanya sekedar menggugurkan kewajiban. Oleh karena itu, saya berharap bappeda ke depan membuka pintu dengan instrumen dan desain yang jelas, dimana masyarakat bisa dilibatkan dalam berbagai pelaksanaan dan evaluasi program pemerintahan. (*)

 

Yusfitriadi

Direktur DEEP