JAKARTA-RADAR BOGOR, Klaster pendidikan yang dikatakan telah dihapus dalam draf Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker), setelah pengesahan oleh DPR ternyata masih menyisakan pasal yang mengatur tentang pendidikan. Mengenai hal itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) turut bersuara.
Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Evy Mulyani pun mengatakan, perizinan pendirian satuan pendidikan akan tetap berpedoman kepada ketentuan UU yang berlaku.
“Yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, sebagaimana tercantum di dalam lampiran mengenai Matriks Pembagian Urusan Pemerintahan Konkuren Antara Pemerintah Pusat dan Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota,” ujar dia kepada JawaPos.com, Selasa (6/10).
Dia memastikan bahwa bidang pendidikan akan tetap berprinsip pada nirlaba. Maka dari itu, mekanisme perizinan pendirian satuan pendidikan tidak akan disamakan dengan mekanisme perizinan pendirian bidang usaha lainnya, yang berprinsip laba.
“Hal ini nanti akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah sebagai peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja,” ujarnya.
Seperti diketahui, dalam UU Ciptaker, masih terdapat pasal yang mengatur pendidikan dan hal tersebut tercantum pada paragraf 12 pasal 65 terkait komoditas pendidikan. Hal ini pun mendapat kecaman dari berbagai pihak.
Ketua Umum PP Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) Cahyono Agus menyampaikan, bahwa pihaknya terkejut mengenai draf final yang disahkan itu masih mengatur pendidikan, yang notabene sebelumnya dinyatakan dikeluarkan. Untuk itu, pihaknya akan membawa persoalan ini ke Mahakamah Konstitusi (MK) atas perlakuan negara dan wakil rakyat yang dinilai semena-mena.
“Kami akan memperjuangkan melalui judicial review ke MK. Sebelumnya, insan Tamansiswa juga terlibat aktif dalam menolak UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) dan RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) yang keduanya dibatalkan oleh MK, serta revisi pasal 55 ayat (4) yang menghilangkan kata ‘dapat’ dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas),” jelas dia.(jpc)