UU Cipta Kerja, Buka Gerbang Kapitalisme Agraria

0
48
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai, gerbang kapitalisme agraria resmi dibuka lebih lebar oleh Pemerintah setelah mengantongi ijin formil dari DPR RI, melalui pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja pada Senin (5/10). Sebab kedaulatan agraria rakyat dan bangsa resmi dipangkas.

“5 Oktober 2020 menjadi Hari Kejahatan Terhadap Konstitusi oleh DPR RI yang seharusnya menjadi penjaga dan penegak konstitusi,” kata Sekretaris Jenderal KPA, Dewi Kartika dalam keterangannya, Rabu (7/10).

Dewi menuturkan, sebanyak 79 Undang-Undang dan 186 pasal dibahas secara singkat oleh Pemerintah dan DPR RI. Menurutnya, DPR RI menutup mata dan telinganya dengan tetap maraton secepat kilat merumuskan landasan hukum, bagi kemudahan berbisnis badan-badan usaha melalui UU Cipta Kerja.

“Mulusnya proses di DPR tidaklah mengherankan karena mayoritas anggota DPR adalah pengusaha, pemilik modal atau pejabat teras dari badan-badan usaha negara/swasta,” ucap Dewi.

Pengesahan UU Cipta Kerja memberikan kepastian hukum dan kemudahan proses kepada investor dan badan usaha raksasa. Sehingga lebih mudah merampas tanah rakyat, menghancurkan pertanian rakyat, merusak lingkungan dan memenjarakan masyarakat yang mempertahankan hak atas tanahnya.

Lantas Dewi membeberkan sejumlah masalah dalam UU Cipta Kerja yang kaitannya dengan agraria. Dewi berpendapat, UU Cipta Kerja menabrak konstitusi.

“Pengabaian terhadap konstitusi, secara khusus Pasal 33 UUD 1945, Ayat (3) mengenai kewajiban Negara atas tanah dan kekayaan alam Bangsa dan Ayat (4) mengenai prinsip dan corak demokrasi ekonomi yang dianut Bangsa. Lebih jauh lagi, banyak keputusan Mahkamah Konsitusi (MK) yang telah ditabrak UU Cipta Kerja, diantaranya Keputusan MK terhadap UU Penanaman Modal, UU Kehutanan, UU Perkebunan, UU Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani,” cetus Dewi.