UU Cipta Kerja, Buka Gerbang Kapitalisme Agraria

0
48
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto (kedua kanan) menyerahkan berkas pendapat akhir pemerintah kepada Ketua DPR Puan Maharani (kedua kiri) saat pembahasan tingkat II RUU Cipta Kerja pada Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/10/2020). Dalam rapat paripurna tersebut Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja disahkan menjadi Undang-Undang. (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

Selain itu, tidak ada landasan filosofis, ideologis, yuridis dan sosiologis. Sehingga watak UU sangat liberal di bidang pertanahan.

“Tidak ada UU yang dijadikan acuan untuk masalah pertanahan. Argumen norma baru menjadi cara agar RUU Pertanahan yang bermasalah pada September 2019 lalu dapat dicopy-paste/diseludupkan ke dalam UU Cipta Kerja,” cetus Dewi.

Bahkan, azas dan cara-cara domein verklaring (negaraisasi tanah) dihidupkan kembali. Menurutnya, domein verklaring yang telah dihapus UUPA1960 dihidupkan lagi dengan cara menyelewengkan Hak Menguasai dari Negara (HMN) atas tanah.

“Seolah negara pemilik tanah, sehingga diberi kewenangan teramat luas melalui Hak Pengelolaan (HPL) atau Hak Atas Tanah Pemerintah. HPL ini disusun sedemikian rupa menjadi powerful dan luas cakupannya,” beber Dewi.

Kemudian, bank tanah hanya melayani pemilik modal, sarat monopoli dan spekulasi tanah. Untuk menampung, mengelola dan melakukan transaksi tanah-tanah hasil klaim sepihak negara. Meski disebut sebagai lembaga nonprofit, namun sumber pendanaannya membuka kesempatan pada pihak ke tiga (swasta) dan hutang lembaga asing.

“Tata cara kerjanya pun berorientasi melayani pemilik modal. Sehingga para pemilik modal memiliki akses lebih luas dan proses lebih mudah memperoleh tanah melalui skema BT. Proses negaraisasi tanah sebagai sumber HPL bagi BT, otomatis membahayakan konstitusionalitas petani dan rakyat miskin atas tanah-tanahnya, yang belum diakui secara de-jure oleh sistem Negara,” sesal Dewi.

“Pengalokasian tanah oleh BT tanpa batasan luas dan waktu mendorong eksploitasi sumber-sumber agraria, rentan praktik kolutif dan koruptif antara birokrat dan investor. BT juga berpotensi menjadi lembaga spekulan tanah versi pemerintah,” pungkasnya.(jpc)