Momentum Demokrat Naik Tingkat

0
36
KOMPAK: Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya menghadiri acara Mubes BEM se-Bogor di Gedung Pemuda, Kabupaten Bogor.

BOGOR – Partai Demokrat satu suara dalam menolak pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Semua legislatornya terang-terangan mendukung langkah fraksi partai berlambang mercy itu di DPR RI.  Salah satunya Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar), Asep Wahyuwijaya.

Dia  menjelaskan sikap mereka di daerah mayoritas sama. Setiap anggota partai di provinsi maupun kabupaten atau kota mempertajam sikap politik menolak UU sapu jagad tersebut. Apalagi, tak bisa dipungkiri, UU Cipta Kerja  sarat masalah.

DISKUSI: Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Asep Wahyuwijaya (kedua kiri) berdiskusi bersama CEO Radar Bogor Group, Hazairin Sitepu di D’Bozz Cafe, Graha Pena Bogor.

“Yang pasti ini akan menjadi sikap politik awal untuk Partai Demokrat. Bukan cuma ujian. Kita berharap juga jalan politik Partai Demokrat mendengarkan suara rakyat.  Memperjuangkan apa yang menjadi harapan rakyat,” ujar lelaki yang akrab disapa Kang AW ini.

Partainya sama sekali tidak terganggu dengan berbagai anggapan yang menyudutkan. Salah satunya menyebut Demokrat menunggangi momen ini. Menurut AW, kenyataan yang terjadi di lapangan justru memang penolakan terjadi dimana-mana. Terutama pada klaster ketenagakerjaan.

“Karena memang menyusun Omnibus Law itu tidak bisa terburu-buru seperti itu,” tambah legislator yang terpilih dari Dapil VI Kabupaten Bogor ini.

Ia menduga pengesahan yang terburu-buru itu sebagai upaya memuluskan orderan. Kesan itu terlihat dan mulai gamblang sekarang. Lantaran draf  final yang seharusnya telah disepakati dalam paripurna malah tidak terekspos ke publik. Sebagian anggota dewan yang belum menerima draf itu juga sudah menunjukkan kesan bahwa tak ada kesepakatan sebelumnya membawanya ke ranah paripurna.

“Bacaan teman-teman di fraksi memang penyusunan ini terburu-buru, sehingga tertangkap kesan bahwa seolah-olah ini orderan. Kalau mestinya ingin ideal menyusun Omnibus Law yang menggabungkan banyak peraturan, sandarannya bukan pada orderan. Melainkan pada norma, prinsip-prinsip, dan nilai konstitusi,” tegasnya.

Polemik itu pun sampai ke tengah masyarakat. Tentu saja, dampak terbesar bakal dirasakan para butuh dan pekerja. Klaster lain, seperti klaster pendidikan juga mengundang banyak tanda tanya.

“Ini juga problem yang baru kita ketahui belakangan. Yang disahkan dalam paripurna itu drafnya ternyata maish digodok. Alasannya mereka masih diperbaiki. Perbaikan itu harus dilakukan justru sebelum paripurna. Ini yang dikhawatirkan munculnya pasal-pasal selundupan. Padahal substansinya complicated,”tegasnya.

Untuk itu, partainya akan tetap berupaya memperjuangkan penolakan terhadap UU Cilaka itu. Mereka bersama fraksi PKS akan mendukung gerakan rakyat yang menolaknya. Termasuk dengan mengapresiasi langkah Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil yang mengajukan surat untuk pemerintah terkait penolakan UU tersebut. (mam/c)