Vaksin yang diteliti Eijkman berbasis protein rekombinan. Vaksin merah putih platform Unair berbasis vektor virus. ”Kalau protein rekombinan, pada saat kritis ini dilihat protein rekombinannya terekspresi atau tidak. Kalau vektor virus, kata kuncinya bukan di ekspresi proteinnya, melainkan produksi vektor virusnya,” paparnya.
Jika semua tahap kritis sudah terlewati dan berhasil, akan dilanjutkan ke uji toksisitas dan tantang pada hewan coba yang sudah diberi kandidat virus. ”Kalau sudah berhasil uji tantang, antibodi menunjukkan reaksi yang bagus terhadap paparan uji tantang dengan virusnya, bisa lanjut ke tahap preklinis hingga pada kera atau makaka,” ungkapnya.
Nyoman mengungkapkan, dalam riset vaksin Covid-19 tersebut, Unair bekerja sama dengan berbagai stakeholder. Salah satunya adalah PT Biotis yang juga bergerak di bidang industri produksi vaksin. Selain itu, Unair menggandeng BPOM agar hasil tahap preklinis hingga klinis bisa diketahui bersama. ”Kalau tahap kritisnya sudah diketahui berhasil, selanjutnya riset diteruskan pakar virologi,” ujar dia.
Nyoman menuturkan, riset vaksin Covid-19 ditargetkan dapat diuji coba terhadap hewan pada minggu ketiga November. Jika uji coba preklinis lancar, ditargetkan uji klinis sudah bisa dilakukan pada 2021. ”Kalau lancar, harapan kami bisa di awal 2021,” tandasnya.
Sementara itu, Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan bahwa vaksin merah putih dikembangkan menggunakan isolat virus Covid-19 yang bertransmisi di Indonesia.
Saat ini bukan hanya Lembaga Biologi Molekuler Eijkman yang mengembangkan vaksin tersebut. Ada Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Airlangga (Unair), dan Universitas Gadjah Mada (UGM) yang melakukan penelitian yang sama dengan platform berbeda.