Saya sendiri ketika akhirnya membangun banyak gedung dan pabrik, tidak berani menggunakan sarang laba-laba.
Dalam hati kecil saya ingin sekali. Kan saya yang ikut mempromosikannya. Tapi saya selalu kalah argumen dengan konsultan saya. Maklum, saya tidak punya dasar ilmu teknik sipil –dan teknik apa pun, kecuali teknik menulis.
Itu karena sang konsultan mengemukakan beberapa kelemahan sistem itu. Termasuk adanya laporan terjadi kemiringan di beberapa proyek. Tapi biaya konstruksi ini memang jauh lebih murah. Banyak yang lebih pemberani dari saya.
Kenyataannya memang tidak ada yang sampai fatal. Misalnya sampai roboh. Atau pecah. Penurunan yang terjadi masih dalam batas aman.
Biasanya, menurut pengusaha konstruksi seperti Jamhadi, kelemahan sarang laba-laba ada di pengerjaannya. Bukan di keilmuannya. Terutama di pengawasannya. Yakni jangan sampai ada sebagian pojok segi tiga itu yang tidak terisi semen. Mestinya pengawas lebih memperhatikan pojok-pojok segi tiga itu. Apakah sudah benar-benar terisi semen cor.
Dengan penjelasan Jamhadi itu saya pun lebih yakin. Maka ketika akhirnya saya membangun gedung Jatim Expo yang megah itu saya pun memutuskan menggunakan konstruksi sarang laba-laba. Tentu saat pengerjaannya saya ikut melihat-lihat apakah ada sudut segi tiga yang tidak terisi semen.