“Saya pertama gak ada kepikiran bikin dapros. Cuma saya coba-coba, cuma lewat saja. Pas saya tester ke beberapa tetangga, mereka bilang enak dan renyah. Sampai mereka nanya resep,” bebernya.
Dapros itu pun mulai menjadi ladang bisnis bagi Elin. Meski tak banyak, ia cukup senang bisa meraup keuntungan dari penjualan dapros itu dalam sebulan.
Ia bisa memproduksi kue dapros sebanyak 4 kilogram dalam sehari. Bahkan, di musim lebaran, produksinya membengkak hingga 10 kilogram per hari.
Sayangnya, pemasaran kue tradisional miliknya itu masih terbatas. Lantaram hanya menjangkau wilayah di sekitar rumahnya atau Bogor.
Ia trauma menerima pemesanan dari luar kota. Alasannya, pengiriman melalui kurir sangat rentan dan bisa mengurangi kerenyahan kue rumahan yang dibuatnya.
“Saya pernah mengirimkan pesanan ke Bekasi. Tapi sampai disana, ternyata dapat komplain. Kuenya jadi hancur semua. Makanya saya untuk saat ini masih terbatas yang dijangkau saja,” terangnya. Tak heran, ia juga dengan senang hati menitipkan produk camilan kue tradisional itu di supermarket Bozzfoods. (mam/c)