JAKARTA-RADAR BOGOR, Politikus Partai Gerindra, Edhy Prabowo menyatakan mundur sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain itu, Edhy juga menyatakan mundur dari jabatan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra.
“Dengan ini akan mengundurkan diri sebagai wakil ketua umum dan juga nanti saya akan mohon diri untuk tidak lagi menjabat sebagai menteri,” kata Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (25/11/220).
Usai ditetapkan sebagai tersangka, Edhy juga menyatakan permintaan maaf secara terbuka telah melakukan praktik rasuah. Dia diduga terseret dalam kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha, dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
“Kemudian saya mohon maaf seluruh rakyat Indonesia khusus masyarakat perikanan yang mungkin banyak yang terkhianati seolah-olah saya pencitraan,” ujar Edhy.
Edhy memastikan bakal membuka kasus yang menjeratnya. Dia pun menegaskan, tidak akan lari dari tanggung jawab. “Saya akan beberkan apa yang menjadi yang saya lakukan dan ini tanggung jawab saya kepada dunia dan akhirat,” pungkas Edhy.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka terkait perizinan tambak usaha atau pngelolaan perikanan komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
“KPK menetapkan tujuh orang tersangka masing-masing sebagai penerima EP, SAF, APM, SWD, AF, dan AM. Sebagai pemberi (suap) SJT,” ucap Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (25/11).
KPK menduga, Edhy menerima Rp 9,8 miliar dan USD 100.000 yang diduga untuk memuluskan beberapa perusahaan eksportir benih lobster.
Keenam tersangka penerima disangkakan Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jpg)