JAKARTA-RADAR BOGOR, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri merespons pernyataan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang meminta KPK untuk tidak berlebihan memeriksa Edhy Prabowo. Firli menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan KPK merupakan upaya pengembangan.
“Tidak ada istilah berlebihan. Pemeriksaan dilakukan dalam rangka mengungkap keterangan yang sebenar-benarnya,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu (28/11/2020).
Firli menyampaikan, pemeriksaan penyidik terhadap tersangka KPK bukan dilihat dari lamanya waktu pemeriksaan. Menurutnya, pentingnya pemeriksaan untuk mengungkap fakta kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur yang menjerat Edhy Prabowo.
“Yang paling esensial sejauh mana keterangan yang disampaikan ada kesesuain dengan keterangan saksi yang lain. Keterangan saksi adalah keterangan yang disampaikan seseorang yang berkaitan dan bersesuaian dengan keterangan lainnya,” ujar Firli.
Firli menegaskan, pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Edhy Prabowo dan tersangka lainnya dilakukan secara profesional. Dia memastikan kasus tersebut akan berjalan secara transparan.
“Kami tidak melakukan pemeriksaan berlebihan, itu kita lakukan transparan, profesional dan akuntabel. Sesungguhnya apa yang dikerjakan penyidik nanti diuji oleh JPU (di persidangan). Apakah berkas perkara lengkap atau tidak lengkap selanjutnya diuji kembali dalam peradilan,” ucap Firli.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi sekaligus Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan mengimbau KPK agar tidak berlebihan dalam pemeriksaan Edhy Prabowo.
“Saya minta KPK juga periksa sesuai ketentuan yang bagus saja, jangan berlebihan. Saya titip itu saja. Tidak semua orang jelek, banyak orang yang baik kok,” kata Luhut di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jumat (27/11/2020).
Dalam perkara dugaan suap penetapan izin benur, KPK menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp 10,2 miliar dan USD 100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kalautan dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.
Keenam tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (jpg)