Hasil Swab Rizieq Shihab Tidak Dipublikasi, Pengacara FPI : Itu Hak Beliau

0
32
Habib Rizieq
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab
Habib Rizieq
Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.

JAKARTA-RADAR BOGOR, Pengacara DPP Front Pembela Islam (FPI), Aziz Yanuar menyebut Imam Besar FPI Rizieq Shihab tidak wajib mempublikasikan hasil tes swab yang dijalaninya. Hal itu merupakan kewenangan Rizieq sebagai seorang pasien untuk menyimpan privasinya.

“Itu hak beliau, beliau tidak ingin di-publish,” kata Aziz saat dihubungi JawaPos.com, Senin (30/11/2020).

Aziz menuturkan, berdasarkan Permenkes Nomor 269/Menkes/Per/III/2008, yang merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 47 Ayat (3) Undang-undang Praktik Kedokteran dijelaskan bahwa dokter, dokter gigi, tenaga kesehatan, petugas pengelola dan pimpinan rumah sakit harus menjaga kerahasiaan rekam medis pasiennya.

“Yang wajib dijaga kerahasiaannya adalah informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan, dan riwayat pengobatan,” imbuhnya.

Aziz menyampaikan, rekam medis sejatinya bersifat rahasia. Prinsip itu pula yang dianut pengelola rumah sakit selama ini, sehingga mereka cenderung menolak permintaan atas rekaman medis.

Atas dasar itu, FPI tidak setuju jika Rumah UMMI dianggap menghalang-halangi kerja Satgas Penanganan Covid-19. “Yang dilakukan oleh RS UMMI dalam hal ini terkait polemik yang beredar luas adalah sudah tepat dan benar,” pungkas Aziz.

Terpisah, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, memang berdasarkan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, setiap pasien berhak merahasiakan catatan kesehatannya kepada masyarakat.

Namun, dalam kondisi khusus seperti pandemi, aturan kerahasiaan catatan kesehatan pasien dapat dikesampingkan berdasarkan Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

“Ada ketentuan khusus bahwa dalam keadaan tertentu menurut Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kesehatan dan menurut Undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular maka medical record atau catatan kesehatan seseorang bisa dibuka dengan alasan-alasan tertentu,” ujar Mahfud di Graha BNPB, Minggu (29/11/2020) malam.

Oleh karena itu, setiap orang yang menghalangi kerja petugas dalam menyelamatkan kesehatan masyarakat di tengah pandemi dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 212 dan 216 KUHP.

“Siapapun dia bisa diancam juga dengan ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 212, 216. Jadi, ada perangkat hukum di sini yang bisa diambil oleh pemerintah,” tegas Mahfud. (jpg)