JAKARTA-RADAR BOGOR, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengumpulkan alat bukti terkait kasus dugaan suap perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020, yang menjerat Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo.
Untuk mencari bukti tambahan, tim penyidik lembaga antirasuah yang dipimpin Novel Baswedan, kini melakukan penggeledahan di rumah dinas Edhy Prabowo, di Komplek Widya Chandra, Jakarta Selatan.
“Benar, saat ini penyidik KPK sedang melakukan kegiatan penggeledahan di rumah jabatan menteri KKP,” kata pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK, Ali Fikri dikonfirmasi, Rabu (2/12).
Kendati demikian, belum diketahui barang bukti apa saja yang diamankan penyidik dalam penggeledahan tersebut. Sebab hingga kini, giat penggeledahan masih berlangsung. “Saat ini kegiatan dimaksud masih berlangsung. Perkembangannya akan kami infokan lebih lanjut,” ujar Ali.
Sebelumnya, penyidik lembaga antirasuah telah menggeledah rumah dan kantor Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito (SJT) pada Selasa (1/12). Suharjito merupakan tersangka pemberi suap terhadap Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo.
Hasil penggeledahan tersebut, KPK mengamankan barang bukti berupa dokumen terkait ekspor benih lobster dan dokumen transaksi keuangan. Penyidik akan menelaah barang bukti yang berhasil diamankan.
Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka. Selain Edhy, KPK juga menetapkan enam tersangka lainnya yang juga terseret dalam kasus ekspor benih lobster atau benur.
Mereka yang ditetapkan tersangka penerima suap yakni Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP; Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP; Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK); Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP; dan Amiril Mukminin selaku swasta. Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menetapkan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
KPK menduga, Edhy Prabowo menerima suap dengan total Rp 10,2 miliar dan USD 100.000 dari Suharjito. Suap tersebut diberikan agar Edhy selaku Menteri Kalautan dan Perikanan memberikan izin kepada PT Dua Putra Perkasa Pratama untuk menerima izin sebagai eksportir benih lobster atau benur.
Keenam tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(jpc)