JAKARTA-RADAR BOGOR, Sejumlah jenderal polisi bintang tiga tengah bersiap-siap untuk melanjutkan tongkat estafet Kapolri Idham Azis karena sudah purna tugas. Sejumlah nama-nama kandidat pun bermunculan.
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S. Pane bahkan sudah memperkirakan, dari Istana hanya melirik dua kandidat utama berdasarkan rekomendasi dari dua institusi, yakni Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi Polri (Wanjakti).
“Tahun lalu tidak melalui proses Wanjakti. Nama Idham Azis diperoleh Presiden hanya melalui usulan Kompolnas,” ujar Neta.
Karena itu, Neta berharap bahwa proses pencalonan Kapolri saat ini mengikuti prosedur baku. Sebab, ada ada tiga poin penting yang harus diperhatikan Istana. Pertama, sejauh mana loyalitas dan kedekatan sang calon dengan Presiden Jokowi.
“Kedua, calon Kapolri pengganti Idham Azis harus bisa mengkonsolidasikan internal kepolisian. Khususnya, jam terbang yang dimilikinya, kapasitas dan kapabilitasnya yang bisa diterima senior maupun junior di tubuh Polri, dan kualitas kepemimpinan juga,” terangnya.
Ketiga, lanjut Neta, soal sejauhmana figur calon Kapolri itu tidak memiliki kerentanan masalah, terutama masalah yang bisa menjadi polemik di masyarakat di masa sekarang maupun ke depan.
“Ketiga kriteria ini menjadi bahasan serius dalam menentukan dan memilih calon Kapolri setelah Idham Azis. Sebab, masalah Polri ke depan tidak lagi sekadar menghadapi para kriminal dan ancaman keamanan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Neta mengatakan, pada pertengahan Januari 2021 paling tidak Istana telah mengantongi para kandidat dan sudah dikirim ke Komisi III DPR untuk mengikuti uji kepatutan. “Minimal 20 hari sebelum Kapolri Idham Azis pensiun nama calon penggantinya sudah bisa diproses,” pungkasnya.
Sementara itu, informasi yang beredar di media, Wanjakti saat ini tengah menggodok 10 nama perwira tinggi dengan pangkat Komjen sebagai calon kandidat Kapolri. Enam orang di antaranya merupakan komjen di internal Polri dan empat lainnya bertugas di luar struktur Polri.
Sementara itu, Kompolnas melalui komisionernya Poengky Indarti mengaku telah mengantongi nama calon Kapolri yang akan diusulkan ke Jokowi. Namun dia tidak menyebut nama kandidat tersebut.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, Pasal 11 ayat (6) huruf B menyatakan, Kapolri yang baru sebelum dipilih dilihat dari dua aspek, yakni kepangkatan dan jenjang karier.
“Yang dimaksud dengan jenjang kepangkatan ialah prinsip senioritas dalam arti penyandang pangkat tertinggi di bawah Kapolri,” ucap Poengky, Sabtu (19/12).
Jika melihat berbagai argumen dari dua institusi yang dapat memberikan rekomendasi kandidat calon Kapolri kepada Presiden, ada dua angkatan yang paling memungkinkan menjadi Kapolri yaitu angkatan pendidikan akademi kepolisian 1988 dan angkatan 1989.
Setidaknya, ada 3 orang nama Komisaris Jenderal (Komjen) yang diunggulkan dari percaturan argumen, yaitu di angkatan 1988 meliputi Komjen Pol Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri dan Komjen Pol Boy Rafli Amar selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT); serta Komjen Pol Agus Andrianto selaku Kabaharkam angkatan 1989.
Gatot Eddy Pramono, Sepanjang masa pandemi Covid-19, posisinya sebagai Wakapolri kerapkali muncul di publik karena ia juga ditugaskan Presiden Jokowi sebagai Wakil Ketua Pelaksana II Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PCPEN).
Diketahui, pria kelahiran Solok, Sumatra Barat, 28 Juni 1965 itu memiliki banyak pengalaman dalam bidang reserse. Sebelum menjadi Wakapolri ia menjabat Kapolda Metro Jaya.
Selain Gatot, ada juga nama Komjen Pol Boy Rafli Amar. Sosok polisi yang karirnya melejit mirip dengan Tito Karnavian yang meroket setelah menjabat Kapolda Papua. Hal yang sama juga, Boy juga saat ini menduduki jabatan Kepala BNPT. Perbedaannya, Boy banyak dikenal publik karena sebagai humas Polri.
Boy Rafli Amar lahir di Jakarta pada 25 Maret 1965 dari pasangan Minangkabau. Ayahnya berasal dari Solok sedangkan ibunya dari Koto Gadang, Agam, Sumatra Barat. Ia adalah cucu dari sastrawan Indonesia, Aman Datuk Madjoindo. Boy menikah dengan Irawati dan telah dikaruniai dua orang anak.
Sosok Komjen ketiga adalah Agus Andrianto, lulusan Akpol 1989 ini diketahui berpengalaman dalam bidang reserse, sebelum jadi Kabaharkam ia menjabat Kapolda Sumut menggantikan Komjen Firli Bahuri, yang menjadi Ketua KPK.
Pria kelahiran Blora, Jawa Tengah, 16 Februari 1967 ini sangat gencar mengkampanyekan penggunakan produk dalam negeri di institusi kepolisian. Ia pernah dianugerahi beberapa tanda penghormatan, di antaranya Bintang Bhayangkara Pratama, SL Pengabdian XXIV, SL Ksatria Bhayangkara, SL Operasi Kepolisian hingga France Medal.
Agus sangat terkenal ketika menjabat sebagai Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri pada 2016, tatkala menangani kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.(jpg)