Selama Pandemi Covid-19 Sudah 224 Dokter Gugur

0
55
Pemakaman jenazah korban Covid-19. Istimewa
Pemakaman jenazah korban Covid-19. Istimewa
Pemakaman jenazah korban Covid-19. Istimewa
Pemakaman jenazah korban Covid-19. Istimewa

JAKARTA-RADAR BOGOR, Sejak pandemi Covid-19 terjadi dan dinyatakan masuk ke Indonesia pada awal Maret 2020, para dokter dan tenaga kesehatan terus berjuang untuk menolong pasien Covid-19 di garda terdepan.

Bahkan tak sedikit dokter yang ikut tertular Covid-19 dan wafat. Data dari Survei Tim Mitigasi Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) menyebutkan total sebanyak 224 dokter meninggal dunia hingga 24 Desember 2020.

Data itu terdiri dari dokter umum 123 dokter (4 guru besar), spesialis 98 dokter (7 guru besar), residen 3 dokter. Paling banyak yakni sebanyak 123 dokter umum meninggal akibat Covid-19. Padahal dokter umum merupakan dokter layanan primer yang berada di garda terdepan.

Lalu 14 dokter internis, 12 dokter obgyn, 9 dokter pediatri, 8 dokter bedah, 8 dokter THT, 6 psikiatri, 5 dokter jantung dan pembuluh darah, 5 dokter anestesi, 5 dokter paru, 5 dokter radiologi, 4 dokter neurologi, 3 dokter ortopedi, 3 dokter bedah saraf, 2 dokter bedah anak, 2 dokter urologi, 1 kedokteran fisik, 1 kedokteran okupasi, 1 dokter mata, 1 dokter residen interna, 1 dokter residen pediatri, 1 patologi klinik, 1 dokter farmakologi klinik, 1 dokter parasitologi klinik, 1 dokter mikrobiologi klinik, 1 residen bedah.

Lalu dilihat berdasarkan peta persebaran wilayah terdiri dari Jawa Timur 42 dokter, Sumatera Utara 24 dokter, DKI Jakarta 35 dokter, Jawa Barat 23 dokter, Jawa Tengah 28 dokter, Sulawesi Sekatan 10 dokter, Bali 6 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, Sumatera Selatan 4 dokter, Aceh 6 dokter, Kalimantan Timur 6 dokter, Riau 5 dokter, Kepulauan Riau 3 dokter, Daerah Istimewa Jogjakarta 6 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Papua Barat 1 dokter, Banten 7 dokter, Sulawesi Utara 3 dokter, Maluku Utara 1 dokter, Lampung 1 dokter, Kalimantan Tengah 1 dokter, Sulawesi Tenggara 1 dokter, Bengkulu 2 dokter, Sumatera Barat 1 dokter, Sulawesi Tengah 1 dokter.

Dari data itu sebanyak 193 dokter atau 86 persen dokter yang meninggal adalah laki-laki, dan 31 dokter atau 14 persen perempuan. Jumlah grafik kematian pun cenderung naik turun namun makin naik puncaknya pada bulan Desember.

Rinciannya, Maret 12 dokter meninggal, April 13 dokter meninggal, Mei 6 dokter meninggal, Juni 11 dokter meniggal, Juli 27 dokter meninggal, Agustus 32 dokter meninggal, September 28 dokter meninggal, Oktober 24 dokter meninggal, November 32 dokter meninggal, Desember 39 dokter meninggal.

Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. Daeng M Faqih menjelaskan ada berbagai alasan mengapa dokter rentan tertular Covid-19. Awalnya memang saat Covid-19 baru dinyatakan resmi di tanah air, para tenaga medis kekurangan APD.

Namun itu semua sudah teratasi saat ini. Alasan kedua, semula pengetahuan seputar Orang Tanpa Gejala (OTG) belum teridentifikasi secara baik. Banyaknya OTG membuat para tenaga medis tertular.

Alasan ketiga, ternyata virus Korona juga bisa menular jika APD yang dicopot atau diganti tidak steril. Lalu tangan terpercik sisa-sisa droplet atau virus kemudian lengah. IDI meminta petugas kesehatan agar tak bekerja melampaui beban kerja yang terlalu tinggi. Jangan sampai kelelahan. Jika terlalu lelah, maka kewaspadaan bisa berkurang terutama saat melepas APD.

83 Persen Nakes Burnout

Apa yang dikatakan oleh PB IDI dikuatkan oleh survei yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dalam survei hasil riset Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), terungkap sebanyak 82 persen tenaga kesehatan mengalami kelelahan tingkat sedang. Dan 1 persen mengalami kelelahan tingkat berat.

Menurut Ketua Tim Peneliti Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOK, penelitian ini juga menemukan fakta bahwa dokter umum di Indonesia yang menjalankan tugas pelayanan medis di garda terdepan selama masa pandemi Covid-19 memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami burnout syndrome.

Dr. Dewi menegaskan tingginya risiko menderita burnout syndrome akibat stres yang luar biasa berat di fasilitas kesehatan selama pandemi ini dapat mengakibatkan efek jangka panjang terhadap kualitas pelayanan medis. Sebab para tenaga kesehatan ini bisa merasa depresi.

Menurut Tim Peneliti dari Prodi Magister Kedokteran Kerja yang terdiri dari Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK; dr. Levina Chandra Khoe, MPH dan dr. Marsen Isbayuputra, SpOK temuan lain yang juga sangat mengkhawatirkan adalah sekitar 83 persen tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat.

Sekitar 41 persen tenaga kesehatan mengalami kelelahan emosi derajat sedang dan berat, 22 persen mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat, serta 52 persen mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat.

Dokter yang menangani pasien Covid-19, baik dokter umum maupun spesialis, berisiko 2 kali lebih besar mengalami kelelahan emosi dan kehilangan empati dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien Covid-19. Bidan yang menangani pasien Covid-19 berisiko 2 kali lebih besar mengalami kelelahan emosi dibandingkan mereka yang tidak menangani pasien Covid-19.

Masih ada tenaga kesehatan (2 persen) yang tidak mendapatkan alat pelindung diri (APD) dari fasilitas kesehatannya. Sekitar 75 persen fasilitas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan swab rutin dan 59 persen tidak melakukan pemeriksaan rapid test rutin bagi tenaga kesehatannya.

Data survei merupakan data yang dikumpulkan mulai Juli-Agustus dengan total 1.461 responden. Usia mereka yakni 34-35 tahun yakni usia produktif.

Data-data tersebut diumumkan agar masyarakat bisa lebih peduli lagi untuk melindungi dirinya dan orang lain selama masa pandemi dengan disiplin mematuhi protokol kesehatan dengan 3M. Yakni wajib memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan pakai sabun.(jpg)