Pilihan Mudah

0
76

Betul kan?

Carlos Ghosn tidak mau bercerita tentang kronologis pelariannya dari Jepang.

Betul juga kan?

Ia benar-benar beberkan nama-nama direksi baru Nissan yang mengkhianatinya. Termasuk Hiroto Saikawa. CEO yang menggantikannya –yang sebenarnya Ghosn sendiri yang minta untuk menggantikannya.

Dan benar pula.

Di penampilan pertamanya itu Ghosn lebih banyak membersihkan dirinya.

Lebih dua jam ia bicara di depan sekitar 100 wartawan di Beirut, ibukota Lebanon.

Penampilan pertamanya itu dilakukan di Balai Wartawan di Beirut. Ia masuk ke ruang itu didampingi istrinya, Carole. Yang mengenakan baju gelap. Tidak lagi warna mencolok –hijau kutungan kesukaannyi. You can see. Sleeveless dress. Dengan enam atau tujuh bross warna emas di dadanyi.

Selama Ghosn bicara seorang bodyguard besar-tinggi-brewokan-gundul berdiri di sebelahnya –lalu menjauh ke dekat pintu.

Pagi itu –sekitar jam 10 waktu Lebanon– Beirut dilanda hujan lebat. Listrik mati. Biasa, lagi krisis listrik. Saat saya di Beirut tahun lalu pun listrik juga mati-mati.

Balai Wartawan itu letaknya di lantai atas. Bangunan di bawahnya untuk toko-toko. Jendela ruangan terpaksa dibuka semua –agar tidak pengap.

Pertanyaan terbanyak dari wartawan Anda sudah bisa menduga: benarkah ia menggunakan kereta Shinkansen dari Tokyo ke Osaka.

Benarkah dimasukkan kotak alat musik. Dan sekitar itu.

“Saya berdiri di sini bukan untuk menceritakan bagaimana saya lari,” ujar Ghosn mengelak. “Saya hanya akan berbicara mengapa saya lari,” katanya.

Tapi Ghosn sempat juga terpancing. Ia memang dikenal murah bicara pada media. Akhirnya ia terpancing untuk mengungkapkan perasaannya hari itu.

“Saat itu, saya diliputi rasa grogi, tegang, gelisah, penuh harapan dan… terus terang saja mati rasa..,” katanya sambil senyum.

Ia pun menceritakan bagaimana sudah kehilangan kemerdekaan sebelum dinyatakan bersalah.

“Saya ditahan di sel yang kecil. Tanpa jendela. Setiap hari hanya boleh menghirup udara di luar ruang selama 30 menit,” tuturnya.

Bahkan, katanya, di sekitar tahun baru 2018 lalu enam hari penuh tidak melihat orang. Ia sama sekali dilarang keluar ruang sel. Alasannya petugas yang berjaga tidak cukup.

Wartawan pun bertanya: apakah situasi seperti itu yang membuat ia ingin lari. Ghosn hanya tersenyum. Lalu minta pertanyaan yang lain.

Satu jam pertama penampilan pertamanya itu Ghosn berbicara menggunakan slide. Itulah paparan dokumen-dokumen perusahaan.

Tapi layarnya terlalu kecil. Huruf-huruf di layar itu tidak terbaca oleh umumnya wartawan yang memenuhi ruangan.

Intinya ia menolak seluruh tuduhan. Yakni bonus yang melebihi ketentuan. Dan pelaporan bonus yang tidak sebesar yang ia terima.

Ghosn dianggap merugikan perusahaan Rp 130 miliar plus Rp 70 miliar. Sekitar itu.

“Kalau pun benar saya melakukannya apakah saya harus mengalami perlakuan seperti seorang teroris?” ujarnya.

Ia pun mengaku pemerintah Amerika juga menuduhnya melakukan kecurangan di bidang keuangan. Ghosn dihukum: membayar denda Rp 13 miliar. “Saya bisa menerimanya. Dan saya bayar,” katanya.

Maka Ghosn mengulangi pernyataannya dulu. “Saya tidak lari dari hukum. Saya lari dari ketidakadilan,” katanya.

Wartawan pun terus mencecarnya. Bahwa ia tetap bersalah karena melarikan diri. Ghosn dengan cerdas berkilah. “Kalau ada orang lari dari Korea Utara atau dari Soviet di zaman komunis dulu apakah mereka juga salah?” katanya.

Di Jepang, katanya, pemeriksa terus mendesaknya untuk mengaku. Padahal, katanya, mestinya kan mereka mencari bukti dulu. “Ini terus saja mau bersandar pada pengakuan saya,” katanya.

Ghosn juga ditanya soal Greg Kelly. Anak buahnya di Nissan dulu. Orang Amerika. Yang masih ditahan di Jepang (DI’s Way:Uang Sulit).

Ia memuji-muji Greg. Amerika, katanya, harus menolongnya.

Rasanya belum semua kartu dibuka oleh Ghosn. Tuduhannya bahwa pemeriksa diperalat Nissan dan pemerintah Jepang belum ia ungkap. Ia masih terlihat main tai chi. Belum semua jurus dikeluarkan.

Yang Ghosn tidak bisa mengerti adalah mengapa dirinya disingkirkan dari Nissan. Padahal ialah yang menyelamatkan Nissan dari kebangkrutan.

Ia merasa telah dikudeta. Oleh manajemen baru Nissan yang dulu anak buahnya.

“Coba bayangkan,” katanya, “Penyelewengan yang dituduh kan kepada saya itu sekitar Rp 200 miliar. Tapi biaya yang yang dikeluarkan untuk mendepak saya ini Rp 2 triliun.”

Belum lagi, katanya, setelah ia tidak di Nissan kondisi perusahaan merosot terus. Nilai kemerosotannya puluhan triliun. Laba operasi Nissan tahun lalu hancur lebur. Turun lebih 90 persen.

CEO yang menggantikannya itu pun diberhentikan. Bukan saja karena kondisi perusahaan memburuk. Juga karena Saikawa dituduh melakukan penyelewengan keuangan. Yakni memberikan bonus terlalu besar bagi manajemen Nissan –termasuk dirinya.

“Mengapa Saikawa tidak ditahan seperti saya,” ujar Ghosn.

Yang kini Ghosn merasa senang adalah jelas: bisa berkumpul kembali dengan isterinya. Pun bisa berhubungan dengan keempat anaknya –dari istri yang dulu.

Dan yang lebih penting ia bisa berhubungan dengan dunia luar –terutama media.

Seusai konferensi pers itu Ghosn memberikan wawancara khusus dengan New York Time.

Lebanon memang tidak punya hubungan diplomatik dengan Jepang. Tapi Lebanon sudah menandatangani pakta anti korupsi dunia.

Ghosn tahu itu. Maka ia tidak keberatan diadili. Tapi ia minta peradilan itu harus di negara yang bisa fair. Ia pilih Lebanon.

“Jepang bisa bekerjasama dengan Lebanon untuk tetap mengadili saya,” katanya.

Beirut adalah kampungnya –meski ia lahir di Brasil. Bapak-ibunya asli Lebanon. Sang bapak mengirim Ghosn kecil tumbuh di Lebanon –sebelum sekolah SMA di Prancis sampai tamat politeknik di sana.

Yang tidak disangka-sangka kemarin adalah: Ghosn ternyata mau melayani pertanyaan para wartawan. Sampai satu jam lebih.

Padahal semula dikira ia hanya bicara untuk kemudian meninggalkan ruangan.

“Kalian bisa bertanya apa saja. Pakai bahasa apa saja. Akan saya jawab. Inggris, Perancis, Arab, pun bahasa (wartawan tepuk tangan) Portugis,” ujar Ghosn di awal acara.

Di dunia industri mobil Ghosn memang seperti Kaisar. Mana ada orang menjabat CEO tiga raksasa mobil dunia sekaligus: Renault, Nissan dan Mitsubishi.

Ia pun menduga Jepang tidak suka atas dominasi Prancis di perusahaan Jepang.

Sang Kaisar baru saja terjerembab. Ia lagi melakukan perjuangan keluar dari kubangan. Dengan penuh risiko. Penuh drama.

Mengapa risiko itu ia tempuh?

“Pilihannya mudah,” katanya. “Anda harus mati di Jepang atau melarikan diri,” tambahnya.

Tapi tidak semua orang bisa seperti ia. Keadilan hukum ternyata bisa diperoleh melalui ketidak adilan ekonomi. (Dahlan Iskan)