UU TKI Kurang Memadai Terhadap Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri

0
171
Ilustrasi
Ilustrasi

Oleh : Yolanda
Bina Nusantara (Binus) Online Learning
081382937333

Masih akrab ditelinga, kasus hukum yang melibatkan para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Teranyar, kasus pemerkosaan TKI yang terjadi di Malaysia pada Juli 2019 lalu.

Dimana sang majikan berujung hukuman Pasal 376 Tentang Pemerkosaan yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Malaysia. Tak kalah luar biasanya kasus yang cukup mengejutkan yang menimpa TKI bernama Adelia.

Adelia yang berprofesi sebagai asisten rumah tangga (ART) meninggal pada 11 Februari 2018 di salah satu rumah sakit di Bukit Mertajam, Penang, Malaysia.

Adelia ditemukan di rumah majikannya, Ambika MA Shan. Saat ditemui, kondisi Adelia sangat mengenaskan.

Tubuhnya bak manusia kekurangan gizi, luka-luka parah pula. Bahkan Adelia sulit untuk berjalan. Lebih sadisnya lagu, Adelia diduga dipaksa tidur bersama anjing milik majikannya itu.

Namun ternyata, Ambika sang majikan terbebas dari hukum. Semua gugatan yang diajukan kembali pada 18 April 2019 yang lalu ditolak Pengadilan Tinggi Malaysia dan Kejaksaan setempat. (dikutip dari laman Free Malaysia Today).

Berkaca pada dua kasus tersebut, seharusnya bisa menggugah pemerintah Indonesia dalam memproteksi lebih tenaga kerjanya di luar negeri.

Wadah perlindungan TKI saat ini berada dibawah naungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI). Dimana lembaga negaea tersebut terpatri visi

“Terwujudnya Penyebarluasan Informasi Hukum dan Peraturan Perundang-undangan Dalam Rangka Pembangunan Hukum di Bidang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri”. Sayangnya, visi hanyalah visi.

Pemerintah kita juga sudah memiliki Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 yang mengatur tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri (UUTKI/UU Buruh Migran).

Ditambah traktat internasional “The International Convention on The Protection of The Rights of All Migrant Workers and Members of Their Families” atau Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran Dan Anggota Keluarganya.

Dimana pada 2003 lalu, Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) memaktubkan legacy tersebut sebagai hukum internasional.

Namun dengan terbebasnya para pelaku yang sudah melakukan penyiksaan, pemerkosaan, hingga pembunuhan masih mencerminkan minimnya kebijakan pemerintah menyentuh perlindungan TKI.

UU TKI kurang memadai memberikan perlindungan terhadap TKI. Padahal, UU ini juga dilengkapi dengan Instruksi Presiden tahun 2006. Tentang Kebijakan Reformasi Sistem Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Kemudian, perbaikan-perbaikan berkesinambungan perlu dilakukan. Baik dari dalam maupun luar. Beberapa bentuk perbaikan dari dalam negeri sendiri yang perlu dilakukan adalah:

1. Perusahaan PJTKI (Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia) perlu di sweeping kembali agar terdaftar dan diawasi secara ketat oleh pemerintah, agar tenaga kerja yang dibawah naungannya benar-benar ditempatkan dan diperlakukan dengan layak;

2. Pembekalan secara intens kepada calon TKI agar secara persis calon TKI mengetahui pihak-pihak yang dapat memberikan perlindungan kepadanya di negara tujuan dan pengetahuan mengenai hukum yang berlaku di sana;

3. Memperketat proses screening keberangkatan TKi agar bisa menjaring TKI illegal dan mengarahkan mereka melalui jalur normal agar terhindar dari masalah-masalah kedepannya;

4. Memetakan negara-negara tujuan dan mengadakan kerjasama dengan pemerintah negara tujuan untuk mendapatkan perlindungan kepada TKI;

5. Melakukan kunjungan periodik kepada TKI yang sudah bekerja di luar negeri untuk memastikan bahwa mereka mendapat perlakuan yang manusiawi.

Harapan agar tidak terjadi kembali kasus-kasus hukum terhadap TKI Indonesia sangatlah besar.

Peran serta aktif pemerintah seperti yang tertuang pada Pasal 6 dan Pasal 7 UU No. 39/2004 harus dijalani. Dalam pasal jelas mengatur bahwa “Pemerintah bertanggung jawab dan memberikan perlindungan terhadap TKI di luar negeri”.

Hal itu sudah seyogyanya menjadi amanat yang diemban. Pun pemerintah harus menjamin kepastian keamanan dan perlindungan hukum bagi TKI yang ditempatkan di luar negeri. (*)