Tolak Panja, Demokrat Masih Ngotot Dibentuk Pansus Jiwasraya

0
57
Syarief Hasan
Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi Demokrat, Syarief Hasan
Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menolak pembentukan panja Jiwasraya di DPR. Salah satu orang kepercayaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu ngotot untuk membentu Pansus. (dok JawaPos.com)
Wakil Ketua Umum Demokrat Syarief Hasan menolak pembentukan panja Jiwasraya di DPR. Salah satu orang kepercayaan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu ngotot untuk membentu Pansus. (dok JawaPos.com)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Tiga Komisi di DPR yakni III, VI, dan XI telah menyepakati pembentukan Panitia Kerja (Panja) Jiwasraya. Namun, hal itu tidak lepas dari tentangan, seperti penolakan dari Partai Demokrat.

Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan mengatakan, partainya tetap bulat pada pendirian menolak pembentulan Panja. Demokrat lebih setuju dibuat Panitia Khusus (Pansus).

“Demokrat maunya pansus. Kita lagi berupaya untuk itu,” kata Syarief di komplek DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (21/1).

Menurut Syarief, Pansus lebih bermanfaat untuk membantu menyelesaikan kasus perusahaan asuransi milik BUMN itu. Sebab, Panja hanya akan menghasilkan rekomendasi. Bahkan Panja ketika memanggil pihak-pihak terkait hadir dalam rapat kerja, sifatnya tidak wajib.

“Sementara pansus wajib hadir bila dipanggil, kalau tidak mau aparat berhak menghadirkan,” imbuhnya.

Di sisi lain, keinginan Demokrat untuk membentuk Pansus diakui Syarief sedikit terkendala. Sebab, koalisi partai non- pemerntah di DPR RI jauh lebih kecil dibanding koalisi pendukung pemerintah. Artinya, ketika voting soal pembentukan pansus digelar maka akan kalah suara.

“Kalau mereka (koalisi pemerintah) tetap jalan (dengan Panja) ya lihat saja, mungkin dalam perjalanannya kita bisa bikin hak interpelasi atau angket,” pungkasnya.

Diketahui sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan, kerugian Jiwasraya timbul karena adanya tindakan yang melanggar prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yakni terkait dengan pengelolaan dana yang berhasil dihimpun melalui program asuransi.

Hal ini terlihat dari pelanggaran prinsip-prinsip kehati-hatian berinvestasi yang dilakukan oleh Jiwasraya dengan cara banyak melakukan investasi pada aset-aset dengan risiko tinggi untuk mengejar high grade atau keuntungan tinggi. Berupa penempatan saham sebanyak 22,4 persen senilai 5,7 triliun, namun mayoritas saham tersebut dikelola oleh perusahaan dengan kinerja buruk.

“Dari aset finansial dan jumlah tersebut 5 persen dana ditempatkan pada saham perusahaan dengan kinerja baik. Dan sebanyak 95 persen dana ditempatkan di saham yang berkinerja buruk,” imbuh Burhanuddin.

Penyebab kebangkrutan Jiwasraya lainnya yakni penempatan reksadana sebanyak 59,1 persen senilai Rp 14,9 triliun dari aset finansial. Dari jumlah tesebut, hanya 2 persen yang dikelola oleh manager investasi Indonesia dengan kerja baik, sedangkan 98 persen dikelola oleh manajer investasi dengan kinerja buruk. (jwp)