JAKARTA-RADAR BOGOR,Adanya perbedaan pendapat antara Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM Ronny Sompie dengan Menkumham Yasonna H Laoly soal keberadaan Politikus PDIP Harun Masiku. Menurut Ronny, Harun sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari 2020. Sementara Yasonna H Laoly menyebut Harun Masiku masih berada di Singapura.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmond Junaedi Mahesa mengatakan adanya perbedaan pendapat itu membuat Yasonna H Laoly sudah tidak punya wibawa. Sebab anak buahnya tidak kompak dengan atasan. “Berarti kan menteri tidak punya wibawa. Kalau menteri punya wibawa, Dirjen Imigrasi ikut menutupi berbohong, ya berarti kan enggak punya wibawa,” ujar Desmond kepada wartawan, Kamis (23/1).
Desmond mengaku lebih percaya Ronny F Sompie ketimbang Yasonna H Laoly. Ketua DPP Gerindra itu percaya bahwa politkus PDIP Harun Masiku sudah berada di Indonesia sejak 7 Januari lalu. “Ya kita percaya dirjen dong daripada menteri,” katanya.
Desmond menduga adanya perbedaan pendapat mengenai Harun Masiku tersebut karena Yasonna berlatar belakang politikus. Sehingga tidak bisa membedakan antara pejabat negara dengan petugas partai. “Pak Laoly susah membedakan antara dia sebagai menteri dan orang partai. Masa kita percaya omongan dia,” ungkapnya.
Sebelumnya, Dirjen Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Ronny Sompie mengatakan Harun Masiku telah berada di Indonesia sejak Selasa (7/1) lalu. Harun yang merupakan buronan lembaga itu melintas masuk ke Jakarta melalui Bandara Soekarno Hatta menggunakan pesawat Batik Air.
“Saya telah memerintahkan kepada Kepala Kantor Imigrasi Kelas 1 Khusus Bandara Soeta dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Keimigrasan Ditjen Imigrasi untuk melakukan pendalaman terhadap adanya delay time dalam pemrosesan data perlintasan di Terminal 2 F Bandara Soeta, ketika Harun Masiku melintas masuk,” kata Ronny Sompie.
Ronny menyampaikan, pihaknya akan segera memberikan penjelasan mengapa terjadi keterlambatan informasi terkait pulangnya Harun ke tanah air. Namun, dia memastikan pihaknya juga telah menindaklanjuti pencegahan keluar negeri atas dasar perintah pimpinan KPK.
Dalam kasus PAW ini, KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka. Mereka yakni Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelina selaku mantan Anggota Badan Pengawas Pemilu sekaligus orang kepercayaan Wahyu, Harun Masiku selaku caleg DPR RI fraksi PDIP dan Saeful.
KPK menduga Wahyu bersama Agustiani Tio Fridelina diduga menerima suap dari Harun dan Saeful. Suap dengan total Rp 900 juta itu diduga diberikan kepada Wahyu agar Harun dapat ditetapkan oleh KPU sebagai anggota DPR RI menggantikan caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019 lalu.
Atas perbuatannya, Wahyu dan Agustiani Tio yang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 Ayat (1) huruf a atau Pasal 12 Ayat (1) huruf b atau Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara itu, Harun dan Saeful yang ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap disangkakan dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(JWP)