Ketua MPR: Indonesia Masih Butuh 1,1 Juta Guru

0
90
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2). (dok MPR RI)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2). (dok MPR RI)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2). (dok MPR RI)
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2). (dok MPR RI)

JAKARTA-RADAR BOGOR, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berharap tenaga didik dan peserta didik tak kewalahan menghadapi sistem pendidikan yang selama ini selalu silih berganti. Seperti misalnya keberadaan Ujian Nasional (UN). Ada yang mendukung dan menolak.

Karena, lanjut politikus yang biasa disapa Bamsoet itu, mulai tahun ajaran 2021, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan mengganti UN. Namun, tak menutup kemungkinan di periode pemerintahan selanjutnya UN akan dihidupkan kembali.

“Karenanya Indonesia butuh Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) untuk memberikan jaminan tentang sistem pendidikan nasional yang komprehensif. Sehingga kita tak maju mundur, melainkan maju terus pantang mundur,” ujar Bamsoet usai menerima Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PB PGRI), di Ruang Kerja Ketua MPR RI, Jakarta, Selasa (4/2).

Sementara itu, terkait permasalahan seputar guru, Bamsoet juga mengingatkan Kemendikbud untuk mengantisipasi tingginya jumlah guru yang akan pensiun mencapai 316,5 ribu di sepanjang 2019 hingga 2023. Padahal, berdasarkan data PGRI per Agustus 2019, Indonesia masih kekurangan guru mencapai 1,1 juta orang.

Terlebih Komisi II DPR RI bersama Kementerian PAN-RB dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) dalam Rapat Kerja pada Senin 20/1/2020 berencana menghapus tenaga honorer dari organisasi kepegawaian pemerintah, termasuk Guru honorer (non-PNS) di berbagai lembaga pendidikan. Mengingat berdasarkan Pasal 6 UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), tak ada nomenklatur Honorer.

“Jadi nantinya yang bekerja di instansi pemerintah hanya Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K). Namun demikian, jangan sampai penghapusan tenaga honorer tersebut membuat masalah baru, apalagi dunia pendidikan kita masih mengalami kekurangan guru,” jelas Bamsoet.

Karena itu, Bamsoet berharap, pemerintah melalui Kemendikbud bisa mencari solusi terbaik bagi guru berstatus non-PNS yang menurut data kemendikbud 2020, jumlahnya sudah mencapai 937.228 orang.

“Ingat, pengabdian dan jasa mereka selama ini tak boleh diabaikan, jangan sampai negara menjadi seperti kacang lupa pada kulitnya,” imbuh politikus Golkar itu.

Karena itu, lanjutnya, pemerintah bisa memanfaatkan PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajeman P3K dan peraturan perundang-undangan lainnya untuk mengangkat Guru Non-PNS menjadi P3K.

“Yakni para Guru Non-PNS tersebut diberikan kesempatan mengikuti seleksi tes CPNS. Jika tidak lolos, mereka diberikan kesempatan mengikuti seleksi P3K,” pungkas Bamsoet. (jwp)