JAKARTA-RADAR BOGOR, Anggota komisi III DPR RI Arteria Dahlan mendesak Kapolri untuk menurunkan anggotanya ke pasar dan gudang-gudang importir. Sebab harga jual bawang putih sudah brutal jauh diatas harga eceran tertinggi (HET) Rp 32 ribu/kg, dan mengindikasikan adanya kartel.
“Sudah brutal ini, HET Rp32 ribu per kilogram tapi dijual lima puluh ribu sampai tujuh puluh ribu per kilonya. Kapolri agar mengaktifkan atau mengefektifkan kembali Satgas Pangan, tangkap itu kartel, para mafia bawang putih,” pinta Arteria kepada wartawan, Kamis (6/2).
Dia meminta agar teman-teman di kepolisian segera turun ke lapangan dan periksa ke gudang-gudang. “Kalau mereka alasan tidak tau gudangnya, saya yang antar ke gudangnya adanya dimana. Nanti bisa ketahuan apakah ada penimbunan, apakah benar ada indikasi kartel bermain kembali saat ini,” ujar anggota komisi III dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
Sebagai wakil rakyat, dia prihatin, sekaligus kecewa karena masalah bawang putih terulang setiap tahun menghadapi permasalahan yang serupa. Harga naik dikarenakan pasokan ditahan-tahan oleh importir-importir nakal demi mendapatkan keuntungan yang berlebihan.
Berdasarkan pemberitaan dan laporan dari pasar, kenaikan harga bawang putih sudah tidak wajar. Penyakit lama kambuh lagi karena kartel bawang kembali bermain. Harga bawang putih di pasar Induk Kramat jati kini berkisar antara Rp 50 ribu – 60 ribu/kg, bahkan di pasar tradisional Cilengsi Bogor sudah Rp 70 ribu/kg.
Padahal katanya modal beli dari Tiongkok sekitar Rp 20 ribu-an per kilogram, dan ini sudah dihitung termasuk biaya impor, transportasi, operasional, dan lain-lain nya. Bila dijual dengan harga Rp 55 ribu/kg saja dengan kebutuhan 40 – 45 ribu ton per bulan, keuntungan yang diperoleh Kartel bawang sudah mencapai Rp 1,5 triliun, angka yang luar biasa.
Apabila harga semakin naik lagi, keuntungan lebih berlipat. “Ini permainan biadab, margin yang diperoleh tidak ber prikemanusiaan kalau sampai harganya lima puluh ribu apalagi tujuh puluh ribu per kilogramnya,” terang Arteria.
Dikatakannya, harga eceran tertinggi (HET) sudah ditentukan oleh Kementerian Perdagangan di Rp 32.000 per kilogram. Dengan modal hanya Rp 20.000 per kg, seharusnya importir bisa menjual di harga Rp 25 – 26 ribu/kg, itu baru keuntungan yang wajar.
Dengan transaksi brutal seperti sekarang ini, Arteria menilai bisa mengarah ke subversi . “Saya akan sidak sendiri datang ke gudang-gudang nggak perlu pake polisi, toh nanti polisi akan datang juga. Ini harus ada sanksi yang tegas karena urusan perut rakyat,” terangnya. (jwp)