JAKARTA – RADAR BOGOR, Gaji guru honorer tak lama lagi bakal naik. Itu setelah Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengeluarkan kebijakan menaikkan batas maksimal gaji Guru Honorer dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hingga 50 persen dari sebelumnya 15 persen.
“Maksimal 50 persen dari dana BOS digunakan untuk biaya honorer. Ini langkah utama Kemdikbud membantu menyejahterakan guru honorer yang layak mendapatkan upah lebih layak,” ujar mantan Bos Gojek itu, Kementerian Keuangan, Jakarta, Senin (10/2/2020).
Nadiem mengatakan kebijakan ini dilakukan atas masukan dan curahan guru non-PNS maupun PNS terkait upah guru honorer yang tidak layak.
Selain untuk guru honorer batas maksimal tersebut juga bisa digunakan untuk upah pegawai di institusi pendidikan lainnya, seperti tenaga tata usaha (TU) atau operator administatif.
Hal ini merujuk pada kasus yang banyak ia temukan di satuan sekolah dasar, di mana kepala sekolah tidak bisa menjalankan tugasnya dengan baik karena terbebani perkara administratif.
“Banyak SD di mana kepala sekolah dan guru harus mengejarkan laporan administratif. Pada SMP dan SMA itu bisa di-handle (tenaga) TU. Kadang tidak cukup biaya,” ujarnya.
Batas 50 persen tersebut, kata Nadiem, tak wajib dibelanjakan semuanya untuk tenaga honorer. Pasalnya ada sejumlah sekolah yang tak punya banyak tenaga honorer karena jumlah guru PNS yang sudah memadai. Maka itu kewenangan pemakaian anggaran ada di tangan kepala sekolah.
Selain penggunaan dana BOS untuk honorer setidaknya ada dua poin lagi yang dibeberkan Nadiem dalam episode ketiga Merdeka Belajar.
Poin pertama adalah tentang penyaluran Dana BOS yang disalurkan ke sekolah. Nadiem akan mengubah skema penyaluran dana BOS langsung ke rekening sekolah.
Dia mengaku menerima banyak laporan sekolah sering terlambat menerima dana BOS. Terlambatnya pencairan praktis mengganggu proses pembelajaran lantaran tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional.
“Bahkan ada cerita kepada sekolah maupun guru yang menggadaikan barang pribadinya untuk menalangi biaya operasional. Duduk bersama orang tua murid untuk meminjam uang sebagai biaya operasional. Karena memang tidak ada (uang),” bebernya.
Nadiem menjelaskan, penyaluran dana BOS akan langsung diberikan oleh Kemenkeu langsung ke rekening sekolah. Proses verifikasi data dan penetapan surat keputusan (SK) dilakukan oleh Kemendikbud.
“Meski begitu data tetap dari Pemda provinsi maupun kabupaten/kota lewat platform dapodik (data pokok pendidikan, Red),” terang menteri termuda kabinet Indonesia Maju tersebut.
Setiap dinas pendidikan daerah diberikan kesempatan setahun sekali untuk memperbaiki data dapodik. Yakni setiap 31 Agustus. Setelah itu data akan langsung digunakan acuan Kemendikbud untuk penyaluran dana BOS.
Jika dibandingkan penyaluran dana BOS versi sebelumnya, Kemenkeu harus melalui Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi sebelum diberikan ke sekolah. Tahapan penyaluran sebanyak empat kali per tahun.
Verifikasi dan penetapan SK dilakukan oleh Pemprov dengan berbagai syarat administrasi sesuai kebijakan masing-masing daerah. Juga, batas akhir pengambilan data dua kali per tahun (31 Januari dan 31 Oktober) yang berpotensi membuat lambat pengesahan APBD pendidikan.
“Jadi kami niatnya memudahkan. Bayangkan sebelumnya verifikasi data dua kali setahun, SK ditetapkan masing-masing provinsi yang ada 34 jumlahnya. Ditambah harus melalui berbagai administrasi, menunggu tanda tangan gubernur maupun pemimpin daerah lainnya,” urainya.
Pokok kebijakan kedua, Nadiem meningkatkan nilai satuan dana BOS Rp 100 ribu untuk setiap siswa di masing-masing jenjang. Jadi, pemerintah menyalurkan Rp 900 ribu untuk siswa SD, Rp 1.100.000 untuk siswa SMP, dan Rp 1.500.000 untuk siswa SMA.
Meski demikian, Nadiem menuntut laporan penggunaan dana BOS lebih ketat. “Fleksibilitas bukan berarti transparan dan akuntabilitas tidak penting. Justru semakin penting. Jika laporan belum selesai maka pengucuran tahap selanjutnya tidak akan turun,” tegasnya.
Pelaporan, lanjut dia, dilakukan secara daring (online) melalui laman htttps://bos.kemdikbud.go.id/. Selain itu, sekolah juga harus mempublikasikan penerimaan dan penggunaan dana. Bisa menempelkan laporan di papan informasi sekolah maupun tempat lain yang mudah diakses masyarakat.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menuturkan, penyaluran dana BOS tahun ini akan dilakukan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke Rekening Sekolah.
Ani menjelaskan, kebijakan itu bertujuan untuk memangkas birokrasi. Sehingga, sekolah dapat lebih cepat menerima dan menggunakan dana BOS untuk operasional di sekolah. Sebelum ada aturan tersebut, dana BOS disalurkan oleh pemerintah pusat ke Rekening Kas Daerah (RKD).
‘’Tema membelanjakan dengan spending better ini masih terus akan kami tekankan. Penguatan dari transfer ini dilakukan antara input dengan output yang ingin dicapai daerah dan outcome-nya yang akan kami tekankan,’’ ujarnya di Kementerian Keuangan, Senin (10/2/2020).
Selain itu, penyaluran dana BOS dilakukan dalam 3 tahap. Tahapan penyaluran berubah dari sebelumnya 20 persen, 40 persen, 20 persen, dan 20 persen.
Kini, tahapan itu menjadi 30 persen, 40 persen, dan 30 persen dan mulai disalurkan paling cepat bulan Januari sesuai kesiapan masing-masing sekolah.
Perubahan tahapan dan persentase penyaluran tersebut menjadi 70 persen di semester satu dimaksudkan untuk memberikan fleksibilitas bagi sekolah, dalam rangka mendukung konsep ‘Merdeka Belajar’.
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia itu memerinci, secara keseluruhan, tahun ini pemerintah menyalurkan dana BOS baik dalam bentuk BOS reguler, kinerja dan afirmasi sebesar Rp 54,32 triliun untuk 45,4 juta siswa. Angka tersebut meningkat 6,03 persen jika dibandingkan dengan tahun lalu.
‘’Kami akan kerja sama dengan Kemendagri untuk memerbaiki sistem keuangan dan laporan keuangan di daerah. Selain itu juga untuk menghindari dana yang idle, mengingat dana yang sempat mengendap sebesar Rp 200 triliun di account daerah tahun lalu. Sampai dengan Desember sudah ada perbaikan tapi masih ada Rp 100 triliun yang unspend di daerah,’’ urai Ani,
Meski dilakukan upaya percepatan, Kemenkeu tetap berkomitmen untuk menjaga aspek akurasi dan akuntabilitas. Penyaluran Dana BOS dilakukan setelah Kemenkeu menerima rekomendasi dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) berdasarkan laporan yang di-input langsung oleh sekolah melalui Aplikasi Dana BOS.
Hal itu ditujukan agar data Dana BOS tiap sekolah lebih akurat dan pelaporan yang lebih sederhana. Selain itu, aspek akuntabilitas tetap terjaga.
Sekretaris Jenderal Kemendikbud Ainun Naim menilai, perubahan penyaluran BOS langsung ke sekolah lebih efektif. Bisa diterima lebih cepat ke sekolah yang memang membutuhkan. Penyalurannya dari Kementerian Keuangan langsung kepada sekolah.
Kemendikbud berperan memberikan data sekolah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan. Sementara, pemerintah daerah (Pemda) yang selama ini menjadi tangan kedua menyalurkan dana BOS, kini bertugas memonitor kinerja sekolah saja.
”Selain itu, untuk pengawasan dan pengelolaan BOS selanjutnya sudah ada perangkat seperti inspektorat pusat maupun daerah. Setiap kementerian/lembaga tentu ada guideline-nya,” terang Ainun.
Pengamat pendidikan Indra Charismiadji sepakat dengan kebijakan baru tersebut. Dia tidak memungkiri banyak permainan terkait dana pendidikan di tingkat Pemda.
Misalnya, menggunakan dana pendidikan untuk program lain yang tidak sesuai peruntukannya. ”Saya lebih suka (penyaluran dana BOS) langsung,” ucap Indra.
Dengan begitu, harapannya sudah tidak ada lagi penyalahgunaan maupun penyeleewengan anggaran pendidikan di tingkat Pemda.
Hanya saja, sampai saat ini Indra mempertanyakan tidak adanya evaluasi terkait BOS. Mulai dari sisi efektivitas, pelaksanaan, dan hasilnya penggunaan anggaran.
”Bisa jadi BOS yang membuat mutu pendidikan kita stagnan. Karena orang sibuk ngurusin administrasi,” tandasnya. (dee/han)