Tegas, Pemerintah Ogah Pulangkan 689 WNI eks ISIS

0
207
Ilustrasi reshuflle kabinet
Ilustrasi reshuflle kabinet
Sidang paripurna kabinet di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2). Antara

BOGOR-RADAR BOGOR, Sidang paripurna kabinet di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2) sudah mengambil keputusan terkait Warga Negara Indonesia (WNI) eks ISIS yang berada di kawasan Timur Tengah.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa pemerintah sudah memutuskan tidak akan memulangkan ratusan WNI eks ISIS atau terlibat dalam Foreign Terrorist Fighters (FTF).

Meski begitu, pemerintah tetap membuka peluang menerima anak-anak yang tidak terkait langsung dengan kelompok penganut radikalisme itu.

“Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF ke Indonesia. Meskipun begitu, pemerintah juga akan menghimpun data yang lebih valid tentang jumlah dan identitas orang-orang yang dianggap terlibat teror, bergabung dengan ISIS. Itu saja kesimpulannya,” kata Mahfud usai mengikuti sidang paripurna kabinet di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/2).

Mahfud mengatakan, keputusan itu diambil pemerintah setelah membahas isu tersebut di dalam sidang paripurna kabinet. Menurut data yang diterima, kata Mahfud, ada 689 WNI di beberapa negara, seperti Turki dan Suriah yang mengikuti kelompok terorisme.

“Keputusan rapat tadi, pemerintah dan negara harus memberi rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia. Karena kalau FTF ini pulang, itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman,” kata Mahfud.

Meski begitu, mantan Ketua Mahkamah Komstitusi ini mengaku memberikan pengecualian terhadap anak di bawah usia sepuluh tahun. Namun, pemerintah akan melakukan profiling yang ketat sebelum mengambil keputusan.

Apabila anak itu tercatat pernah mengikuti latihan menembak dan sebagainya, maka pemerintah mempertimbangkan untuk menolak. “Anak-anak di bawah sepuluh tahun akan dipertimbangkan case by case. Apakah anak itu di sana ada orang tuanya atau tidak,” tambah Mahfud.(tan/jpnn)