JAKARTA-RADAR BOGOR, Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kompol Rossa Purbo Bekti telah melayangkan surat permohonan banding ke Presiden Joko Widodo terkait penarikannya ke institusi Polri pada Kamis (27/2). Surat banding itu dilayangkan Rossa karena surat mutasi keberatan itu tidak diterima oleh pimpinan KPK jilid V.
Rossa melayangkan banding ke Presiden Jokowi lantaran pemulangan dirinya ke institusi Polri dinilai tidak sesuai aturan. Mutasi terhadap dirinya dilakukan sebelum masa tugasnya di KPK selesai.
Dari informasi yang diterima JawaPos.com, Senin (2/3). Surat upaya banding itu berupa ‘Permohonan Upaya Administratif Berupa Banding atas Pemberhentian dengan Hormat Pegawai Negeri yang Dipekerjakan pada Komisi Pemberantasan Korupsi atas Nama Purbo Bekti’. Dalam surat banding yang dilayangkan Rossa ke Presiden Jokowi, dia menduga alasan mutasi sepihak pimpinan KPK saat ini dilakukan karena ikut berperan dalam proses operasi tangkap tangan (OTT) KPK yang dilakukan pada 7-8 Januari 2020. OTT tersebut menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dan salah satu calon anggota legislatif PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai tersangka.
“Pemohon dikeluarkan tepat setelah pemohon menangani kasus strategis yang mendapatkan perhatian pada tingkat nasional sehingga berpotensi pemberhentian pemohon terkait penanganan kasus tersebut,” tulis Rossa dalam surat bandingnya.
Dalam surat itu, Rossa menyampaikan seharusnya penangkapan tersebut diapresiasi karena merupakan pencapaian untuk mengatasi korupsi politik yang menjadi salah satu prioritas KPK. Karena korupsi politik salah satu penyebab mahalnya biaya demokrasi di Indonesia.
“Bahwa alih-alih mendapat apresiasi, pemohon malah dikembalikan ke Kepolisian serta diberhentikan sejak 1 Februari 2020,” sesal Rossa.
Rossa pun menilai proses pengembalian dirinya ke institusi Polri menimbulkan banyak kejanggalan. Mengingat tidak ada permintaan dirinya untuk kembali ke Kepolisian, karena masa tugasnya di KPK hingga 23 September 2020 yang kemudian bisa diperpanjang sampai 2026. Dia pun menegaskan tidak pernah menerima sanksi apapun dari KPK atas pelanggaran etik.
“Penarikan secara tiba-tiba dapat menjadi preseden dan menyebabkan dampak lanjutan secara psikologis bagi penegak hukum dari Kejaksaan, Kepolisian, dan PNS yang selama ini ada di KPK untuk tidak dapat bertindak secara independen ke depan. Ancaman, teror, dan tidak adanya perlindungan bagi para petugas penegak hukum tersebut dapat menjadikan independensi para pegawai KPK hilang dalam melaksanakan pekerjaannya di lapangan,” ujar Rossa.
Bahkan, dalam surat permohonan banding itu, Rossa pun turut menyertakan surat perihal pembatalan penarikan dirinya ke institusi Polri pada 21 Januari 2020. Rossa menilai pemulangan dirinya ke institusi Polri tanpa persetujuan instansi asal dan tanpa evaluasi.
“Surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor: R/21/l/KEP./202O tanggal 21 Januari 2020 kepada Pimpinan KPK perihal Pembatalan penarikan penugasan anggota Polri karena Kompol Rossa Purbo Bekti ternyata baru berakhir masa penugasannya tanggal 23 September 2020. Yang ditandatangani oleh Komjen Gatot Eddy Pramono selaku Wakapolri atas nama Kapolri. Hal tersebut untuk mengkoreksi surat sebelumnya Surat Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor; R/32/l/KEP./2020 tanggal 13 Januari 2020,” ungkap Rossa.
Oleh karena itu, dalam pokok permohonan bandingnya, Rossa menilai surat pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor B/836/ KP. 03/01/02/2020 tentang Tanggapan Atas Keberatan 20 Februari 2020 untuk dibatalkan dan tidak berlaku.
Dia pun memohonkan, agar Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor 123 tahun 2020 tentang Pemberhentian Dengan Hornat Pegawai Negeri yang Diperkerjakan Pada Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama pemohon untuk dibatalkam dan tidak berlaku.
“Mengabulkan permohonan pemohon untuk memulihkan posisi pemohon ke keadaan semula sebagai penyidik KPK dengan menerbitkan Surat Keputusan pengangkatan Rossa Purbo Bekti atau pemohon sebagai penyidik KPK dengan posisi jabatan, grading serta hak dan kewajiban sebagaimana semula sebelum adanya Keputusan Pemberhentian Surat Keputusan Sekretaris Jenderal Nomor 123 2020 tentang Pemberhentian Dengan Hormat Pegawai Negeri yang Dipekerjakan Pada Komisi Pemberantasan Korupsi atas nama pemohon,” pungkas Rossa.
Surat permohonan banding itu pun ditandatangani oleh Rossa Purbo Bekti selaku pemohon dengan tembusan Menkopolhukam RI, Ombudsman RI, Pimpinan KPK, Dewan Pengawas KPK, Kapolri, Kabareskrim Polri, As SDM Polri, dan Kadiv Propam Polri.
Sebelumnya, pelaksana tugas (Plt) juru bicara KPK Ali Fikri menyampaikan, Firli Bahuri cs menghormati upaya hukum yang ditempuh penyidik KPK asal Polri itu. Menurutnya, itu merupakan hak Kompol Rossa untuk mengajukan banding ke Presiden.
“Tentu KPK hormati proses itu, karena memang ini ditentukan oleh UU ada mekanisme tersebut. Sehingga nanti kita menunggu proses-proses berikutnya seperti apa,” jelas Ali, Jumat (28/2).(jwp)