Denny JA Bakal Garap Film Aksi Kamisan Seberang Istana, Ini Judulnya

0
80
Aksi Kamisan peringati Munir
Aksi Kamisan peringati Munir

JAKARTA-RADAR BOGOR,Kisah aksi Kamisan yang selalu dikuti para pegiat Hak Asasi Kemanusian (HAM) di depan Istana Presiden bakal di filmkan. Karya seni audio visual itu akan diberi judul “Kutunggu di Setiap Kamisan. Kisah Cinta yang Terselip di Aksi 400 Kamis Seberang Istana”.

Denny JA sebagai pemilik ide sekaligus produser film tersebut mengatakan, film itu dibuat sebagai cara baru kritik sosial untuk era digital dan menyebarkannya di media social (Medsos).

Dalam keterangan tertulisnya pada JawaPos.com, Denny JA menuturkan, ide mengangkat demo Kamisan di seberang Istana yang sudah berlangsung 10 tahun lebih.

”Setiap hari Kamis, mereka berkumpul dengan payung hitam mencari keluarga yang hilang. Diduga keluarga yang hilang itu karena kasus politik. Lama dan bertahannya aksi demo setiap Kamis itu fenomenal,” ujar Denny JA.

Ia menilai, penantian seseorang atau keluarga yang menunggu orang tercintanya ditemuakan keberadaanyan itu merupakan sesuatu yang sangat menyentuh. Lokasi film pun akan banyak diambil di seberang Istana Presiden.

“Itu sebabnya dirinya ingin ikut mengeskpresikan aksi Kamisan itu. Karena awalnya, 2015 saya membuat puisi esai yang panjang soal aksi itu. Ini puisi yang dipenuhi catatan kaki soal data aksi dan setting politiknya,” ucapnya.

Namun, ujar Denny, setelah membaca hasil riset Survei of Public Participation in the Arts, 2015, untuk populasi Amerika Serikat. Ternyata puisi semakin jarang dibaca. Dalam dunia seni, puisi dan opera dua hal yang paling kurang diminati. Sebaliknya, film menjadi ekspresi seni yang paling populer.

Denny pun mengaku sudah sejak lama dirinya berniat memfilmkan bersama sutradara kondang Hanung Bramantyo. Karena pada 2014, dirinya telah memfilmkan lima puisi esainya menjadi lima film kritik sosial dengan tema diskriminasi.

”Di 2020 ini saya gabungkan artis, aktor dan animasi untuk film keenam yakni Demo Kamisan. Film ini memang kisah cinta. Namun dalam kisah cinta itu, tergambar pula aneka kisah politik yang menghilangkan secara paksa warga negara. Tak hanya di 1998, kisah orang hilang sudah terjadi jauh ke belakang sejak 1965,” katanya.

Saat ini Denny JA tengah mempersiapkan 34 skenario film yang semuanya berdasarkan puisi esainya yang menggambarkan kearifan lokal 34 provinsi Indonesia. Menurtnya, puisi esai, sambung Denny, memang paling mudah difilmkan ketimbang puisi lain. Itu karena puisi esai punya plot, panjang dan berbabak.

“Apalagi, puisi esai memiliki catatan kaki yang memudahkan penulis skenario mengeksplor sumber kisah. Film berdasarkan puisi esai, dengan tema kritik sosial, akan menjadi karakter film saya di kemudian hari,” pungkasnya. (JPG)