JAKARTA-RADAR BOGOR, Presiden Joko Widodo didesak untuk melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelum menentukan Kepala Otoritas Ibu Kota Negara (IKN).
Desakan itu muncul dari Direktur Eksekutif Center for Social, Political, Economic and Law Studies (CESPELS), Ubedilah Badrun.
Ubedilah mengatakan, salah satu calon ‘Gubernur’ IKN yang telah disampaikan Presiden Jokowi kepada publik memiliki rapor merah di KPK.
Sosok yang dimaksud Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini ialah mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Menurut Ubedilah, sosok Ahok yang dicalonkan sebagai ‘Gubernur’ IKN menuai pro dan kontra.
Namun lebih cenderung dipandang berpotensi negatif dari masyarakat Indonesia.
“Tentu bukan sekadar karena Ahok pernah terbukti di muka hukum telah melakukan penistaan agama sehingga ia dipenjara, tetapi berdasarkan laporan tahun 2017 ke KPK terkait Ahok masih melekat perkara dugaan korupsi yang belum ditindaklanjuti oleh KPK,” ucap Ubedilah Badrun, Rabu (11/3).
Ubedilah pun membeberkan bukti-bukti dugaan keterlibatan Ahok dalam kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras.
Pertama, kata Ubedilah, Ahok diduga telah mengubah nomenklatur R-APBD 2014 tanpa persetujuan DPRD DKI, dan memanipulasi dokumen pendukung pembelian lahan dengan modus backdated.
Kedua, Ahok telah mengabaikan rekomendasi BPK untuk membatalkan pembelian lahan RSSW. Hal ini melanggar Pasal 20 Ayat 1 UU 15/2004.
Ketiga, Ahok dinilai melakukan potensi merugikan negara Rp 191 miliar. Hal ini melanggar Pasal 13 UU 2/2012 dan Pasal 2 Perpres 71/2012.
Keempat, berpotensi tambahan kerugian negara Rp 400 miliar karena Kartini Muljadi hanya menerima Rp 355 miliar dari nilai kontrak sebesar Rp 755 miliar, sisanya diduga digelapkan.
Terakhir, berpotensi tambahan kerugian negara miliaran rupiah dari sewa lahan, dan bertentangan dengan Pasal 6 Permendagri 17/2007, PP 27/2014 dan UU 17/2003.
“Laporan di KPK tahun 2017 terkait kasus dugaan korupsi Ahok itu tidak pernah ditindaklanjuti. Alasannya berdasarkan keterangan KPK saat itu, Ahok tidak memiliki niat jahat. Ini aneh argumen KPK saat itu, bagaimana KPK mengukur niat seseorang terkait tindakan koruptif?,” jelas Ubedilah.
Dengan demikian, Presiden Jokowi harus melihat track record terhadap seseorang yang akan dijadikan sebagai Kepala Otoritas Ibu Kota Negara (IKN).
“Jadi penting Jokowi liat track record soal integritas seseorang, bahkan perlu libatkan KPK dalam mengangkat pejabat, minimal cek data di KPK,” tegas Ubedilah.
“Mempertimbangkan track record semacam ini tidak hanya berlaku untuk Ahok, tetapi siapapun yang akan diangkat menjadi Gubernur Ibu kota baru harus dicek track recordnya terkait dugaan kasus korupsi tertentu,” pungkasnya. (PJS)