Fadli Zon Khawatir Indonesia Bakal Seperti Italia Jika Lockdown Tak Segera Dilakukan

0
444
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon

JAKARTA-RADAR BOGOR, Berbagai kalangan berharap pemerintah Indonesia segera bertindak cepat dalam menangani wabah virus corona (Covid-19) agar korbaan tidak terus berjatuhan. Salah satunya Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Anggota DPR RI ini mengatakan, ‎salah satu sebab kenapa Italia kini mengalami kondisi lebih buruk dari Tiongkok karena pada mulanya terlalu menganggap remeh wabah virus corona.

Sehingga Italia terlambat melakukan lockdown atau karanita wilayah. Hingga pada akhirnya virus tersebut menyebar dengan cepat ke seluruh wilayah melebihi kapasitas fasilitas perawatan yang bisa disediakan.

“Saya khawatir kita sedang mengulangi kesalahan Italia (yang terlambat melakukan lockdown),” ujar Fadli Zon kepada wartawan, Senin (23/3).

Sebagai catatan, saat kebijakan lockdown diberlakukan di Wuhan, jumlah orang yang terjangkit COVID-19 tercatat baru mencapai 495 orang. Bandingkanlah angka itu dengan jumlah orang terinfeksi di Indonesia yang saat ini telah mencapai 579 orang.

“Apalagi, dari 579 kasus tadi, sedikitnya 304 di antaranya berada di Jakarta. Ini adalah titik kritis untuk segera memulai sebuah kebijakan drastis,” katanya.

Namun, kebijakan itu tak segera muncul. Fadli Zon paham ada banyak sekali pro dan kontra terkait kebijakan lockdown, khususnya untuk Jakarta, yang kini menjadi episentrum wabah korona di tanah air.

Mereka yang kontra umumnya berargumen kebijakan lockdown akan mempercepat terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, mengingat Jakarta adalah urat nadi perekonomian kita.

Sebagai pembanding, mereka yang kontra biasanya menyebut Hongkong dan Shanghai yang juga tidak di-lockdown oleh pemerintah Tiongkok. “Begitu juga dengan Singapura, yang berhasil menekan penularan COVID-19 tanpa lockdown,” paparnya.

Namun, lanjut Fadli Zon, membandingkan Indonesia dengan kasus Singapura, Hongkong dan Shanghai kira tidaklah sepadan, tidak ‘apple to apple’ dalam menilai kebijakan lockdown.

Singapura misalnya, memang tak perlu melakukan lockdown karena mereka bisa mengontrol sepenuhnya semua pintu masuk ke negaranya yang jumlahnya memang tak banyak.

“Terbukti, meski termasuk negara ASEAN pertama yang terpapar korona, sejauh ini jumlah korban meninggal di negara kota tersebut hanya dua orang. Itupun, salah satunya pasien dari Indonesia,” ungkapnya.

Karena itu, Fadli meminta jangan bandingkan wacana mengenai lockdown Jakarta dengan Hongkong dan Shanghai. Kedua kota itu tidak di-lockdown oleh pemerintah Tiongkok bukan karena posisinya sebagai pusat bisnis dan perekonomian, namun karena memang kedua kota itu bukan episentrum wabah korona. “Kasus lockdown kota Manila, atau New York, mungkin bisa dijadikan pembanding,” paparnya

Mantan Wakil Ketua DPR itu juga memahami, dalam wacana lockdown kota Jakarta dihadapkan pada dilema, karena Jakarta bukan hanya urat nadi bagi perekonomian dan politik nasional, tapi kini telah menjadi episentrum wabah korona.

“Di satu sisi, kebijakan lockdown dikhawatirkan akan memukul rakyat kecil yang menyandarkan pendapatannya pada kerja-kerja harian. Namun di sisi lain, jika tak dibuat kebijakan tegas seperti lockdown, dikhawatirkan kita tak akan bisa membatasi penyebaran virus ini ke depannya,” kata Anggota Komisi I DPR ini.

Namun, apapun pilihan kebijakan yang akan diambil pemerintah, menurut Fadli ada satu hal yang ke depan akan sulit disangkal dalam tiga hingga enam bulan ke depan.

Pemerintah juga seharusnya tak menunggu sampai jatuh korban dalam jumlah yang ekstrem baru kemudian melakukan lockdown. Ekses ekonomi, bagaimanapun jauh lebih kasat mata, sehingga lebih mudah dikontrol, daripada ekses penyebaran virus.

“Kita yakin pandemi ini akan berakhir, dan Insya Allah akan berakhir. Tapi berapa lama, serta berapa besar korbannya, sangat tergantung kepada keputusan Bapak Jokowi hari ini, sebagai Presiden Republik Indonesia,” pungkasnya.‎(pin/JPC)