Komisi III DPR Soroti Ancaman Yasonna Soal Pungli dari Narapidana

0
102
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly melantik Sri Puguh Budi Utami sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenkumham, Kamis (27/2). (dok Jawapos.com)
Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Hamonangan Laoly melantik Sri Puguh Budi Utami sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemenkumham, Kamis (27/2). (dok Jawapos.com)

JAKARTARADAR BOGOR, Ada saja oknum birokrat yang mencoba memanfaatkan kebijakan pembebasan masal narapidana untuk kepentingan memperkaya diri. Menkumham Yasonna Laoly pun bakal memecat anak buahnya yang main-main di kebijakan pemberian asimilasi dan integrasi.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi III DPR Marinus Gea mengatakan, pihaknya mengapresiasi ketegasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly, terkait informasi tentang dugaan pungli terhadap warga binaan yang menjalani asimilasi dan integrasi sesuai Permenkumham 10/2020. 

“Instruksi internal yang disampaikan Menkumham menjadi peringatan kepada oknum yang coba-coba memetik keuntungan pribadi dari kebijakan asimilasi dan integrasi warga binaan terkait Covid-19. Ketegasan ini harus diapresiasi, terutama karena Menkumham juga membuka berbagai jalur pelaporan,” kata Marinus Gea melalui keterangan tertulis yang diterima JawaPos.com, Kamis (16/4/2020). 

Yasonna sebelumnya secara gamblang menyebut oknum yang terbukti melakukan pungli terkait kebijakan asimilasi dan integrasi ini akan langsung dipecat dari jabatannya. Tak cuma itu, menteri dari PDIP itu juga mengatakan tim Kemenkumham telah menerjunkan tim ke daerah untuk menyelidiki langsung informasi dugaan tersebut. 

“Gerak cepat Menkumham menerjunkan tim untuk investigasi adalah bukti dari keseriusan mengawal kebijakan asimilasi dan integrasi terhadap warga binaan tersebut,” paparnya.

Meskipun, hingga saat ini memang belum ditemukan bukti pungli. Begitu ada yang terbukti pungli dan oknum pelakunya betul-betul dipecat sesuai instruksi Menkumham, tentu hal ini akan menambah keyakinan masyarakat.

“Di sisi lain, respons yang diperlihatkan sejauh ini menunjukkan Menkumham tidak menutup telinga atas suara dan masukan dari masyarakat. Ini yang memang dibutuhkan dan harus diperlihatkan oleh pejabat publik,” katanya.

Marinus menyadari bahwa kebijakan asimilasi dan integrasi yang dikeluarkan Kemenkumham sebagai bagian upaya pencegahan penyebaran pandemi Covid-19 di lapas menyedot perhatian besar dari masyarakat. 

Selain terkait dugaan pungli, keluhan terkait narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat juga menjadi sorotan. 

Dari 36 ribuan warga binaan dan anak binaan telah dilepas dari lapas lewat kebijakan asimilasi dan integrasi, beberapa di antaranya memang dilaporkan kembali berurusan dengan hukum akibat melakukan tindak pidana. 

Hingga 15 April 2020, tercatat 13 narapidana asimilasi yang kembali berulah di masyarakat. Jumlahnya memang kecil, hanya 13 kasus dari 36 ribuan narapidana yang mendapat asimilasi.

“Walau begitu, ini tetap harus dilihat sebagai suara dari masyarakat dan mesti mendapat perhatian bersama,” kata Marinus.

Terhadap narapidana asimilasi yang kembali berulah ini, Menkumham menyebut jajarannya telah menyiapkan ancaman tegas. 

Sanksi berupa pencabutan asimilasi, penambahan pidana baru, penempatan di sel pengasingan, hingga dihapuskannya remisi dalam jangka waktu tertentu akan dijatuhkan kepada narapidana asimilasi yang kembali melakukan kejahatan.

Selain ancaman sanksi, jajaran petugas Lapas dan Bapas juga melakukan berbagai mekanisme pengawasan terhadap napi asimilasi, termasuk lewat pemantauan menggunakan video call.

“Menurut saya, mekanisme pengawasan ini yang memang harus ditingkatkan untuk mencegah narapidana asimilasi berulah kembali,” pungkasnya. (jpg)