Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

0
145
Roni Alfiansyah Ritonga

KEPUTUSAN penundaan pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) menjadi 6 Desember 2020 adalah keputusan yang sangat tergesa-gesa. Melihat perkembangan tren kasus covid-19 yang terus meningkat, baik di Jakarta dan hampir tersebar di berbagai daerah di Indonesia.

Peningkatan tren kasus covid-19 akan berdampak pada aktivitas keseharian masyarakat maupun agenda-agenda pemerintah yang sebelumya telah direncanakan atau sedang berjalan pelaksanaannya di tahun 2020.

Salah satu diantara agenda pemerintah yang akan dilaksanakan pada tahun 2020 ialah Pilkada serentak. Terdiri dari 270 daerah dengan rincian 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Dilihat dari kondisi saat ini, bahwa belum adanya tanda-tanda pasti dari pemerintah, kapan bencana non alam pandemi covid-19 ini akan berakhir. Ketidakpastian itu membuat masyrakat jenuh dengan langkah-langkah yang sudah dan akan dilakukan pemerintah pusat maupun daerah.

Tingginya tingkat ketidakpastian kapan berakhirnya pandemi covid-19 di Indonesia akan menimbulkan masalah baru, yaitu ketidakpastian hukum dalam perjalanan impelemtasinya.

Keputusan penundaan Pilkada 2020 akibat pandemi virus corona juga akan berdampak pada kesiapan penyelenggara pemilu. Melihat singkatnya waktu, penyelenggara harus bekerja ekstra mengatur tahapan, program, dan jadwal pilkada di tengah kondisi yang tidak pasti akibat pandemi virus corona.

Singkatnya masa penundaan pelaksanaan Pilkada di nilai sangatlah tergesa-gesa, karena megasumsikan tahapan Pilkada dapat dijalankan semasa darurat covid-19. Melalui Gugus Tugas penanganan Covid-19 menetapkan masa darurat bencana non alam covid-19 hingga 29 Mei 2020.

Selain daripada kesiapan penyelenggara Pemilu dalam pelaksanakan Pilkada serentak 2020, maka perlu diperhatikan kesiapan pada dari peserta pemilu seperti, bakal calon yang akan menjadi paslon di Pilkada 2020 dan partisipasi dari peserta Pemilu.

Kondisi masyarakat di masa pandemi virus corona dengan kondisi normal sangatlah berbeda. Perbedaan kondisi tersebut juga dapat menyebabkan penurunkan partisipasi masyarakat untuk memilih. Hal itu dapat terjadi dikarenakan kondisi ekonomi masyarakat yang tidaklah stabil di masa covid-19. Masyarakat yang realistis akan lebih memilih untuk mencari nafkah bekerja dari pada harus ikut berpartisipasi di Pilkada.

Selain itu faktor ekonomi, faktor teknis dapat mempengaruhi penurunan partisipasi pemilih. Kurangnya sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat juga dapat menurunan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020.

Sebagai contoh kasus, terdapat lima pemilihan elektoral yang berlangsung di lima negara di tegah wabah virus corona pada Februari dan Maret 2020. Empat pemilihan diantaranya mengalami penurunan partisipasi peserta pemilih.

Berdasarkan data International Institut for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), lima pemilihan diantaranya; pemilihan lokal di Queensland, Australia pada 28 Maret 2020. Pemiihan lokal di Prancis pada 15 Maret 2020, pemilihan legislatif di Iran pada 21 Februari 2020. Pemilihan legislatif di mali pada 29 Maret 2010. dan Pemilihan legislatif Bavaria di German pada 16 Maret 2020.

Pemilihan lokal di Queensland saat pandemi virus corona menurukan partisipasi pemilih. Partisipasi pemilih sebelumnya mencapai 83 persen, sedangkan pada tahun 2020 menurun menjadi 77,5 persen.

Kemudian, pemilihan lokal di Prancis menurunkan partisipasi pemilih dari 63,6 persen menjadi 44,7 persen. Lalu, tigkat partisipasi publik pada pemilihan legislatif Iran 2020 menjadi 42,32 persen yang sebelumnya sebesar 60, 09 persen.
Penurunan terbesar partisiasi pemilih dialami pada pemilihan legislatif di Mali, dari 42,7 persen menurun menjadi 7,5 persen.

Sedangkan pemilihan lokal di Bavira, mengalami peningkatan partisipasi publik dari 55 persen menjadi 58,5 persen.
Pemilihan di lima negara tersebut diselenggarakan secara konvensioanal dengan menggunakan surat suara. Dengan menggunakan protokol pencegahan covid-19 yaitu physical distanching atau menjaga jarak.

Artinya, di lima negara tersebut tidak mengubah proses pemilihan dari konvensional menjadi pemilihan dengan menggunakan teknologi dimasa pandemi covid-19.

Selain itu terdapat 46 pemilihan elektoral yang ada di dunia, menunda pemilihan demi keselamatan dan kesehatan warna negara termasuk Pilkada 6 Desember 2020 di Indonesia. Jika dilihat dari negara-negara yang tetap melakukan pemilihan di masa covid 19, cenderung mengalami penurunan partisipasi pemilih.

Penurunan partisipasi pemilih, biasanya akan berpengaruh terhadap legitimasi hasil calon terpilih. Hal ini yang juga menjadi kekhawatiran kita bersama, menggingat singkatnya waktu penundaan dan hingga saat ini belum ada kepastian pandemi virus corona dapat berakhir.

Melihat singkatnya waktu penundaan Pilkada 2020. Sebaiknya penyelengga pemilu, dalam hal ini KPU sebagai leading sector bersama stake holder terkait untuk mengoptimalkan sosialisasi kepada masyarakat.

Dengan dioptimalkannya sosialisasi melalui berbagai macam cara, sesuai dengan ketentuan UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Upaya tersebut sangat bisa dilakukan untuk memperkecil tingkat penurunan partisipasi pemilih pada Pilkada 6 Desember 2020.

*Roni Alfiansyah Ritonga
Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam