PSBB Tidak Efektif

0
175
Yusfitriadi

Hari Jum’at sore, tanggal 17 April 2020, saya keluar dari kantor di Cibinong untuk pulang ke Leuwiliang dengan menggunakan kemdaraan roda empat.

Sepanjang perjalanan, nampak di beberapa tempat orang berkumpul bahkan banyak yang tidak menggunakan masker. Dari mulai pertigaan di jalan karadenan Cibinong selain pedagang yang seperti biasa-biasa saja, tukang ojeg yang masih berkerumun.

Begitupun kendaraan roda dua yang masih banyak membawa penumpang lain. Begitupun sepanjang jalan dari Cibanteng Ciampea sampai leuwiliang pengalaman yang sama lebih banyak ditemukan.

Kendaraan roda dua nampak lebih banyak yang membawa penumpang dan tidak memakai masker. Bahkan yang sangat miris di jalan raya menjelang pertigaan cinangneng, kendaraan yang saya tumpangi menyalip kendaraan “odong-odong” yang mengangkut banyak orang yang didominasi anak-anak, tidak ada satupun yang menggunakan masker.

Sejak keluar kantor, muali kendaraan yang saya tumpangi jalan, hati saya bertanya-tanya, dimana saja check point pemeriksaan pemberlakuan PSBB dari arah Cibinong ke leuwiliang ?.

Hingga sampai tujuang di leuwiliang tidak ada sekalipun saya mengalami pemeriksaan. Begitupun sepanjang jalan dari arah cibinong ke leuwiliang saya tidak menemukan fenomena kendaraan baik roda empat maupun roda lima diperiksa di lokasi ceck point yang sudah ditentukan oleh gugus tugas penanganan covid-19 pemerintah kabupaten bogor.

Pos pemeriksaan yang dijaga oleh polisi sepanjang jalan dari cibinong sampai leuwiliang saya temuka di 2 tempat, yakni di pertigaan jalan lingkarndarmaga dan di pertigaan jalan ciampea. Pada dua pos itupun saya tidak melihat adanya pemeriksaan. Bahkan saya menyaksikan baik kendaraan roda dua yang mengangkut penumpang dan angkutan umum cukup penuh melintas di depan posbtersebut.

Namun saya tidak melihat adanya pemeriksaan di pos-pos check point tersebut. Alih-alih setiap kendaraan disemprot oleh disinspektan, diperiksapun saya tidak melihat. Kondisi ini baru 2 hari diterapkanya PSBB di Kabupaten Bogor, yang biasanya ketika awal-awal sebuah aturan diterapkan tingkat kepatuhan pelaksana aturan biasanya masih tinggi, namun tidak untuk peraturan PSBB di Kab. Bogor.

Kinerja Gugus Tugas

Bahkan sebelum ditetapkan PSBB di Kabupaten Bogor, Bupati Bogor sudah jauh-jauh hari menetapkan gugus tugas sampai di tingkatan Rukun Warga (RW).

Tidak hanya itu bupati bogor juga sudah memastikan pihaknya bekerja sama dengan satpol PPz aparatur kecamatan dan aparatur desa akan membubarkan setiap kerumunan masyarakat yang tidak disertai protokol social distancing.

Senang dengernya, karena mastarakat ada jaminan keselamatan dari covid-19 ini. Namun ketika melihat fenomena yang saya sampaikan di atas, maka harapan masyarakat tersebut menjadi “ambyar” bahkan semakin dihatui oleh covid-19 tersebut.

Setalah Kab. Bogor memberlakukan PSBB, terkesan bupati mengetatkan aturan bagi masyarajat dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati Nomor 16 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Menangani Corona Virus Desease (COVID)- 19.

Dalam berbagai media saya membaca dalan pelasanaanya akan bekerjasama dengan pihak-pihak terkait seperti instansi kepolisian, dinas perhubungan dan pihak yang berkompeten. Faktanya ketika melihat fenomena yang saya ceritakan, pernyataan-pernyataan bupati tersebut seolah hanya seakan-akan serius menerapkan PSBB, namun nyatanya instrumen-instrumen yang disiapkan oleh pemerintah dalam melaksanakan PSBB tersebut tidak berjalan optimal.

Kesadaran Masyarakat

Hari jum’at malam di tanggal yang sama, saya dikejutkan oleh informasi yang dirilis oleh salah satu media di bogor dengan mengutif pernyataan Bupati Bogor sebagai ketua Gugus tugas tingkat kabupaten. Keterjutan saya dalam informasintersebut, pada dua hal; pertama, adanya anak berusia 6 tahun yang terkonfirmasi positif terinveksi covid-19.

Anak tersebut berdomisili di kabupaten Cibinong. Kedua, bertambahnya kecamatan dengan status zona merah di kabupaten bogor, yaitu kec. Leuwisadeng dan kec. Gunung sindur. Miris dan penuh kehawatiran menerima informasi tersebut. Bagaimana tidak seolah-olah setiap saat Covid-19 mengancam nyawa siapapun tidak mengenal usia dan tempat.

Namun di sisi lain akan dilihat sangat wajar ketika kesadaran masyarakat digambarkan pada cerita saya di atas. Bagaimana anak-anak dibiarkan main keluar rumah tanpa menggunakan protokol covid-19 yang minimal sekalipun.

Bahkan cerita sala satu kawan saya di tempat kerjanya masih dianggap aneh ketika menggunakan maaker dan dianggap aneh ketika harus bekerja di rumah (WFH). jika kesadaran masyarakat sangat minim ditambah penegakan aturan yang juga tidak berdampak, maka pada akhirnya tidak aneh ketika setiap hari masyarakat kabupaten bogor bertambah yang terunfeksi Covid-19. Bahkan akan dianggap sangat wajar setiap hari kecamatan yang berstatus zona merah terus bertambah. Disinilah saya melihat peran aparatur desa, RW sampai RT sangat dibutuhkan dalam mendorong edukasi ditengah-tengah masyarakat. Tentu aparatur desa dan seluruh perangkatnya tidak mungkin mempunyai energi besar untuk melakukannya sendiri.

Namun berdialog dengan tokoh masyarakat menjadi solusi dalam rangka mendorong kepemimpinan solidarity.

Fungsi Pengawasan

Penegakan aturan dan memastikan bahwa aturan itu akan dijalankan oleh para pihak, tidak bisa hanya selesai dengan dikeluarkannya regulasi termasuk di dalamnya peraturan bupati terkait pelaksanaan PSBB. Namun harus dipastikan apakah dilapang peraturan tersebut berjalan efektif atau tidak. Pertanyaanya adalah, siapa yang mempunyai kewenangan memastikan aturan tersebut implementatif ?.

Jawabannya tentu gugus tugas dari semua level yang sudah dibentuk. Namun intrumen seperti apa dan siapa yang berhak mengawasi dan mengevaluasi bahwa intrumen-intrumen dalam pelaksanaan PSBB itu berjalan atau tidak. Sehingga bupati selaku ketua gugus tugas tingkat kabupaten akan mendapatkan laporan setiap hari secara obyektif implementasi peraturan bupati yang sudah dikeluarkannya.

Harus obyektif laporannya, kali ini gugus tugas di level kecamatan sampai RW dan instansi-instansi yang menjadi pelaksana dilapangan tidak bisa melaporkan dengan prinsip “yang penting ibu senang”.

Ini ancaman nyawa urusannya, yang setiap saat mengancam masyarakat. Siapa yang memastikan supermarker dan minimarket menggunakan protokol covid-19, karena saya melihat masuh banyak minimarket yang tidak menyediakan hand sanutizer dan penyemprotan disinspektan untuk setiap pengunjung.

Siapa yang memastikan pasar tradisional pengelolanya menggunakan protokol Covid-19. Seperti masuk satu pintu dan pengelola menyediakan hand sanitizer serta penyemprotan disinspektan kepada setiap pengunjung.

Pengelola juga meminta setiap pengununjung menggunakan masker ketika masuk pasar. Atau memastikan semua pedagang di pasar tradisional tersebut menggunakan msker dan sarung tangan. Kalau hal itupun tidak bisa dipastikan pelaksanaanya, maka peraturan tidak akan implementatif.

Kita semua berharap, berikhtiar dan selalu berdo’a agar wabah ini segera berakhir. Terlebih dalam situasi bulan ramadlan, tentu akan semakin banyak variabel masalahnya ketika penanganan Covid-19 ini, dengan regulasi PSBB tidak ada yang bisa memastikan efektifitas pelaksanannya. (*)

Yusfitriadi
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP)