Tunjangan Profesi Guru Dipotong Rp3 Triliun

0
567
Ilustrasi
Pemerintah akan memangkas tunjangan profesi guru.

JAKARTA- RADAR BOGOR – Peraturan Presiden (Perpres) 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020 disorot. Pemicunya adalah adanya pemangkasan tunjangan profesi guru (TPG). Tidak tanggung-tanggung, pemangkasan sekitar Rp3 triliun.

Semula anggaran TPG untuk para PNS daerah ditetapkan Rp 53,836 triliun. Kemudian dengan keluarnya Perpres 54/2020 itu, anggarannya dipotong menjadi Rp 50,881 triliun. Tunjangan guru lainnya juga dipotong. Seperti tunjangan khusus guru PNS di daerah khusus berkurang dari Rp 2,063 triliun menjadi Rp 1,985 triliun.

Pemotongan anggaran TPG itu sontak mendapatkan respon negatif dari sejumlah kalangan. Diantaranya dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). ’’Saya sebenarnya menyayangkan kalau sampai ada pemotongan TPG. Karena TPG itu menjadi hak guru,’’ kata Ketua Umum PGRI Unifah Rosyidi, kemarin (19/4).

Dia menuturkan TPG untuk para guru PNS daerah itu sebaiknya jangan dipotong. Pemerintah, menurutnya, bisa menyisir anggaran lain yang tidak terkait dengan kesejahteraan guru. Unifah menuturkan di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, guru-guru juga terdampak dari sektor ekonomi juga. Dia khawatir jika ada pemotongan anggaran TPG, bisa membuat guru semakin terbebani.

Unifah mengatakan ada banyak pos anggaran yang bisa dipotong, ketimbang harus memangkas anggaran TPG. Seperti anggaran perjalanan dinas, kegiatan rapat-rapat, serta anggaran pembangunan dan belanja modal. Program lain seperti organisasi penggerak yang digagas sebelum ada wabah, bisa ditunda dahulu.

Kemudian pemangkasan juga bisa memanfaatkan dana penyelenggaraan ujian nasional (UN). Seperti diketahui pemerintah sudah memutuskan UN tahun ini ditiadakan. Sementara anggaran UN tahun ini sekitar Rp 400 miliar. ’’Dari pos-pos tersebut, bisa disisihkan Rp 3 triliun,’’ tuturnya. Sehingga pemerintah tidak perlu mengurangi anggaran TPG.

Unifah menuturkan terkait nasib TPG tahun ini ada beberapa kabar. Diantaranya adalah menggunakan skema carry over ke tahun anggaran 2021. Jadi TPG yang kemungkinan terdampak untuk pengucuran tahap akhir 2020. Dengan skema carry over itu, TPG di periode akhir 2020 akan terutang dan dibayar dari anggaran TPG 2020. Pada intinya Unifah meminta pemerntah jangan sampai mengurangi hak-hak guru yang sudah didapat selama ini. Termasuk hak mendapatkan TPG.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI), Muhammad Ramli juga menyoroti anggaran TPG itu. Dia berharap Kemendikbud memiliki empati yang tinggi terhadap guru. ’’Guru-guru juga sama, menghadapi dampak Covid-19,’’ jelasnya.

Ramli lebih mendukung realokasi anggaran pendidikan dilakukan untuk program-program yang kurang bermanfaat. Dia mengatakan diantara program yang kurang bermanfaat adalah organisasi penggerak. Ramli mengatakan program organisasi penggerak dengan anggaran sekitar Rp 595 miliar bakal tidak berjalan maksimal.

Jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) belum banyak komentar soal pemotongan anggaran TPG untuk guru PNS daerah itu. ’’Kita cek, (pengurangan itu, Red) kan ada yang pensiun dan lain-lain,’’ kata Sekjen Kemendikbud Ainun Naim.

Ainun mengatakan Kemendikbud berupaya para guru yang masih aktif bekerja dan berhak mendapatkan TPG, akan tetap menerima TPG seperti biasanya. Kemudian dia mengatakan tahun lalu masih ada sisa anggaran TPG yang ada di kas daerah. Dana tersebut yang akan di-carry over atau di-forward untuk membayar TPG tahun ini.

Sementara itu sejak pertengahan Maret lalu Kementerian Agama (Kemenag) memberlakukan kebijakan teaching from home (TFH) untuk mencegah penularan Covid-19. Plt Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan kebijakan TFH tidak memengaruhi pembayaran tunjangan bagi guru madrasah. ’’Utamanya guru non PNS,’’ katanya.

Kamaruddin mengatakan ada beberapa jenis tunjangan bagi guru non PNS di madrasah. Yaitu tunjangan profesi bagi guru non PNS yang sudah bersertifikat. Kemudian tunjangan bagi guru non PNS yang belum bersertifikat tapi sudah inpassing (penyetaraan guru PNS) sebesar Rp 1,5 juta/bulan.

Lalu ada tunjangan bagi guru non PNS yang belum bersertifikat dan inpassing sebesar Rp 250 ribu/bulan. Kemudian ada honor tenaga mengajar yang bersumber dari dana operasional sekolah (BOS). Kemenag sejak awal tidak mensyaratkan nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan (NUPTK) bagi guru non PNS di madrasah untuk mendapatkan honor dari dana BOS.

Pemotongan dana Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) juga menuai sorotan dari parlemen. DPR menilai, pemotongan dua pos anggaran tersebut tidak bijak. Karena pemangkasan akan berimbas langsung pada kesejahteraan tenaga pendidik.

“TPG dan BOS berkaitan langsung dengan persoalan ekonomi dan kesejahteraan guru dan tenaga kependidikan. Memotong anggaran ini akan semakin mempersulit kehidupan mereka,” kata Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri Faqih, kemarin.

Pihaknya memahami bahwa pemotongan tersebut bagian dari realokasi anggaran Kemendikbud dalam rangka penanggulangan dampak Covid-19. Namun dia menilai, pemangkasan dana TPG dan BOS tidak tepat sasaran. Karena anggaran tersebut sangat dibutuhkan oleh institusi sekolah.

Disampaikan, jumlah pemotongan anggaran ketua pos tersebut cukup fantastis. Anggaran TPG terpotong sekitar Rp 2,9 triliun. Sedangkan anggaran BOS terpangkas sekitar Rp 856 miliar.

Pemangkasa komponen tersebut terlihat pada lampiran Perpres Nomor 54/2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN 2020. “Ini janggal. Karena akan mengganggu ekonomi dan kesejahteraan pendidik sebagai pihak yang terdampak Covid-19,” tegas politikus PKS itu.

Anggota Komisi V Irwan menambahkan, TPG dan BOS merupakan andalan sekolah dalam memenuhi kebutuhan. Termasuk menggaji guru-guru non PNS dan honorer.

Apalagi pendapatan mereka masih jauh dari kategori layak karena nominalnya jauh di bawah upah minimum kabupaten/kota (UMK). Sehingga pemotongan TPG dan BOS dinilai berdampak pada semakin minimnya pendapatan guru non PNS. “Padahal guru juga bagian dari pihak yang terdampak pandemik ini,” imbuhnya.

Dia menegaskan, daripada memangkas anggaran TPG dan BOS, pemerintah lebih baik menyisir anggaran kegiatan lain. Seperti anggaran rapat, pertemuan hingga biaya perjalanan dinas dalam dan luar negeri.

Adapun pos anggaran yang berdampak langsung pada persoalan ekonomi tenaga pendidik sebaiknya tetap dipertahankan. “Jadi kami minta pemerintah untuk batalkan pemotongan TPG dan BOS,” tandas politikus Demokrat itu. (wan/mar)