JAKARTA-RADAR BOGOR, Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) per Sabtu (18/4/2020) lalu, sudah genap berlaku di seluruh wilayah Jabodetabek, yang meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi dengan penduduk hampir 30 juta.
Jabodetabek sejauh ini memang menjadi episentrum kasus Covid-19 di Indonesia. Sehingga, dengan pembatasan, meskipun pemberlakuannya tak berjalan serentak, diharapkan penerapan status tersebut bisa memutus rantai penularan.
Sayangnya, menurut Anggota DPR RI Fadli Zon efektivitas PSBB sepertinya sulit dicapai jika pemerintah pusat masih saja bersikap kontra terhadap sejumlah inisiatif kepala daerah.
Misalnya, usulan Gubernur DKI Jakarta dan Gubernur Jawa Barat agar Kementerian Perhubungan menghentikan operasional KRL (Kereta Rel Listrik) Commuter Line di Jabodetabek selama 14 hari, ditolak oleh Menteri Perhubungan Ad Interim Luhut Binsar Pandjaitan tanpa diskusi yang mendalam.
“Menurut saya, respon tersebut sangat memprihatinkan. Penyebaran Covid-19 ini kan dari manusia ke manusia. Tanpa pembatasan aktivitas orang, kita tak akan bisa memutus rantai penularannya. Dan KRL adalah salah satu rantai penting penularan virus tersebut,” ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu.
Menurut pemerintah daerah Kabupaten Bogor, misalnya, lanjut Fadli Zon rata-rata pasien positif terinfeksi virus Covid-19 yang berdomisili di Kabupaten Bogor, tertular di KRL.
Kementerian Perhubungan beralasan masih ada delapan sektor usaha yang diizinkan beroperasi selama masa PSBB, seperti sektor yang bergerak di bidang kesehatan dan pangan, sehingga mereka tak bisa melarang KRL agar berhenti beroperasi.
Penghentian KRL akan membuat banyak orang tidak bisa bekerja. Padahal, mereka bekerja di sektor usaha yang masih diizinkan beroperasi selama PSBB, yang tersebar di daerah-daerah penyangga ibukota. Menurut Luhut, jika operasional KRL diberhentikan, malah dapat menimbulkan masalah baru.
Secara administratif, argumen yang dikemukakan pemerintah pusat tersebut benar. Namun, alasan itu tidak menjawab kebutuhan riil untuk mengatasi wabah ini.
“Kita sama-sama tahu kebijakan PSBB sebenarnya tak mencukupi untuk memutus rantai penyebaran Covid-19. Yang dibutuhkan kan sebenarnya karantina wilayah (lockdown), bukan PSBB. Namun, karena pemerintah pusat tak mampu memenuhi kebutuhan dasar masyarakat selama periode karantina wilayah, akhirnya yang dipilih adalah kebijakan PSBB,” paparnya.
Artinya, semua mengetahui jika pembatasan yang ada saat ini sebenarnya tidak cukup untuk menghentikan penyebaran Covid-19. Itu sebabnya, sejumlah pihak kemudian berinisiatif melengkapinya dengan sejumlah kebijakan tambahan.
“Termasuk, usulan agar operasional KRL di wilayah Jabodetabek dihentikan sementara. Menurut saya, usulan taktis ini sangat realistis dan bisa efektif sesuai tujuan,” pungkasnya.
Pertanyaannya kemudian, lanjut Fadli Zon pemerintah pusat ini intensinya sebenarnya ingin menghentikan penyebaran virus, ataukah sekadar memenuhi tuntutan administratif PSBB semata?
Penghentian sementara operasi KRL menurutnya tak boleh dibenturkan dengan batas kewenangan status PSBB. Di tengah situasi darurat, fokus kebijakan publik mestinya adalah ‘problem solving’, serta berorientasi mengatasi kegagalan.
“Karena itu, penolakan Menteri Perhubungan, dapat berakibat kurang efektifnya PSBB. Sama halnya dengan mudik. Saya termasuk yang berpendapat mudik dilarang. Tapi pemerintah pusat hanya menghimbau,” tukasnya.
Bagaimana dengan nasib para pekerja yang bidang usahanya masih diperbolehkan buka selama PSBB jika operasional KRL dihentikan? Menurutnya hal ini menjadi wilayah kebijakan para kepala daerah mencarikan jalan keluarnya, apalagi mereka punya kewenangan berhubungan dengan para pelaku usaha di wilayah masing-masing.
“Apakah kepala daerah akan mengatasinya dengan pengadaan bus jemputan karyawan, atau kebijakan lain yang memungkinkan para pekerja di bidang-bidang tertentu tetap bisa bekerja, itu sepenuhnya biar diatur oleh kepala daerah terkait. Pemerintah pusat hanya perlu membantu kepala daerah dengan memberi izin penghentian operasi KRL saja,” paparnya.
Kebijakan apapun yang lahir di saat krisis, terangnya pasti tak bisa memenangkan semua kepentingan. Dan tujuan kebijakan publik memang bukan itu. “Di tengah pandemi Covid-19, tujuan utama kita adalah menghentikan penyebaran virus dan memutus rantai penularannya,” tegasnya.
Penghentian sementara operasional KRL perlu dipertimbangkan untuk segera dipenuhi. Apalagi, penghentian itu bersifat sementara, hanya 14 hari. Jangan sampai muncul kesan pemerintah pusat terus-menerus menjegal keputusan kepala daerah dalam mengatasi pandemi ini. (*/ysp)