BOGOR – RADAR BOGOR, Kebijakan untuk memberlakukan belajar tatap muka di Kota Bogor, saat pandemi Covid-19 tampaknya belum dapat dilakukan dalam waktu dekat ini. Khususnya bagi jenjang PAUD/TK, SD dan SMP.
Orang masih sangat ketakutan, jika anaknya yang masih kecil, sudah masuk sekolah. Ketua Komite SDN Polisi 1, Agus Rahman mengungkapkan, kekhawatiranya jika Pemkot Bogor gegabah dalam mengambil kebijakan saat situasi seperti ini.
Tak hanya dari sisi guru yang berpotensi menularkan kepada anak-anak tetapi sebaliknya anak-anak bisa menjadi carrier covid. “Kalau anak-anak sebagai carrier membawa penyakit buat guru-gurunya yang rata-rata mereka sudah usia 40 tahun ke atas bahkan 50 tahun,” ujarnya.
Agus memohon, wali kota Bogor agar mempertimbangkan kembali sistem belajar tatap muka untuk jenjang SD karena ketidak mampuan untuk mengawasi sepenuhnya anak-anak.
“Siapa yang menjamin anak-anak dalam pengawasan kita, baiknya menunggu Covid-19 tidak ada. Tetapi bagaimana tetap caranya yang akan masuk ke jenjang SMP bisa masuk, terpenting semuanya bisa selamat,” tegasnya saat menghadiri rapat terbatas dengan sejumlah stakeholder pendidikan se-Kota Bogor di SMP Negeri 5 Kota Bogor, Tanah Sareal, Sabtu (30/5).
Dalam diskusi tersebut, Walikota Bogor Bima Arya mendengarkan berbagai masukan dari berbagai sudut pandang. Tampak hadir Kepala Dinas Pendidikan Kota Bogor Fahrudin, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor Sri Nowo Retno, Ikatan Dokter Anak Indonesia, psikolog, Dewan Pendidikan, Komite Sekolah, para Kepala Sekolah, Kantor Cabang Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat dan stakeholder lainnya.
“Tadi kita mendengarkan banyak masukan. Kesimpulannya adalah bahwa memang kita tidak mau mengambil risiko. Terlalu besar pertaruhannya untuk anak-anak kita,” ungkap Bima Arya.
Untuk itu, Pemkot Bogor harus memastikan ada sistem protokol yang kuat untuk menerapkan sistem pembelajaran baru tersebut. Terutama untuk tingkat SD dan SMP.
“Selama protokol ini belum sempurna, tidak usah terburu-buru untuk memaksakan pada tanggal tertentu. Jadi tugas kita sekarang terus menyempurnakan sistem protokol baru ini. Ini tidak mudah karena kondisi dan latar belakang tiap sekolah berbeda-beda,” tambahnya.
Selama protokol baru ini belum maksimal, kata Bima, Pemkot Bogor tidak akan terpaku pada tanggal tertentu untuk memulai kegiatan belajar mengajar secara tatap muka.
“Saya kira ini penting, sekali lagi jangan mengambil risiko mempertaruhkan masa depan anak-anak kita semuanya, terlalu besar pertaruhannya. Kami akan terus berdiskusi dan mendengarkan saran dari semua. Komite sekolah, IDAI, Wandik, Psikolog, Kepala Sekolah, haus terus mengupdate,” ujarnya.
Menurut Bima, beberapa hari terakhir banyak sekali aspirasi yang masuk tentang kekhawatiran orangtua terkait masuk sekolah di tengah wabah.
“Kita semua bisa merasakan dan memahami. Saya kira jangan terburu-buru. Sektor pendidikan ini beda dengan ekonomi. Sekolah ini betul-betul masa depan anak-anak yang harus kita jaga. Terlalu banyak yang kita tidak ketahui tentang virus ini. Hari ini landai, minggu depan belum tentu. Di data kita juga anak-anak yang terpapar ada. Yang PDP dan ODP juga ada. Jadi risikonya terlalu besar dan kita harus berhati-hati sekali,” paparnya.
Di tempat yang sama, Kepala Dinas Kesehatan Kota Bogor, Sri Nowo Retno memaparkan, di Kota Bogor terdapat sejumlah kasus Orang Dalam Pantauan (ODP), Pasien Dalam Pengawasan (PDP) dan terkonfirmasi positif Covid-19 pada golongan usia anak hingga remaja.
“Memang pada kasus Kota Bogor itu kelompok umur yang paling banyak itu 45 tahun ke atas. Tapi bukan berarti kasus terhadap anak tidak ada. Bahkan kita ada kasus konfirmasi positif ada empat kasus, tiga kasus diantaranya usia 6-18 tahun dan satu kasus balita usia 3 tahun,” jelasnya.
“Tapi PDP cukup banyak. Kita data sampai per hari ini yang usia kurang dari 5 tahun itu 47 kasus, sedangkan antara 6-19 tahun itu 28 kasus. Jadi, total PDP di Kota Bogor pada rentang usia sekolah atau di bawah 19 tahun itu ada 75 kasus. Yang ODP, kita dapatkan dari hasil tracing. Ketika ada pasien positif konfirmasi, kemudian kita tracing siapa saja yang berkontak, mungkin saja dari orang tuanya atau yang serumah, yang rentang usia kurang dari 5 tahun itu ada 65 orang. Kemudian rentang usia antara 6-19 tahun ada 148 orang,” beber Retno.
Ia meminta, dengan adanya angka tersebut, menjadi perhatian dan bahan masukan terhadap dunia pendidikan dalam menyusun sebuah kebijakan, dalam hal ini terkait aktivasi sekolah.
“Apakah nanti betul-betul anak-anak ini patuh pada protokol kesehatan? Apakah betul-betul anak usia sekolah SD, patuh memakai masker, physical distancing. Meski di dalam kelas bisa saja patuh, tapi ketika keluar kelas, bermain dengan temannya, Nah itu juga perlu dipikirkan,” katanya.
Retno juga menyebut, kondisi per hari ini menunjukan kasus Covid-19 di Kota Bogor kian melandai. Hal tersebut ditunjukan dari tren tujuh hari terakhir yang tidak ada penambahan kasus positif.
“Mudah-mudahan ini menjadi tanggung jawab kita bersama bagaimana kita menjaga supaya tidak terjadi lonjakan kasus,” pungkasnya. (ded/c)
Berikut video dialog orang tua bersama Walikota Bogor, Bima Arya…