JAKARTA-RADAR BOGOR, Menteri Agama Fachrul Razi menerbitkan Surat Edaran Nomor 15/2020 tentang Panduan Penyelenggaraan Kegiatan Keagamaan di Rumah Ibadah dalam Mewujudkan Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 di Masa Pandemi.
Anggota DPR Mufti Anam menyoroti SE Menag yang diteken pada 29 Mei tersebut.
Salah satu yang disorot adalah poin rumah ibadah wajib mengantongi surat keterangan aman dari Covid-19 di kawasannya.
Surat tersebut diterbitkan oleh Gugus Tugas sesuai tingkatan, yaitu kecamatan, kabupaten/kota, hingga provinsi. Untuk bisa mendapatkan surat aman dari Covid-19, pengurus rumah ibadah harus mengajukan permohonan kepada Gugus Tugas.
”Kebijakan itu sangat menyusahkan pengurus rumah ibadah, terutama masjid, musala, gereja, pura, vihara, dan klenteng yang ada di desa-desa,” ujar Mufti Anam, Minggu (31/5) dalam keterangan persnya.
Dia mengatakan, semestinya Kemenag yang turun tangan memetakan secara epidemiologi bersama Gugus Tugas dan para pakar.
Soal kawasan mana saja yang rumah ibadahnya bisa beroperasi saat menyambut new normal. Dengan demikian, pengurus rumah ibadah dimudahkan.
”Kemenag punya kaki sampai bawah. Ada KUA tingkat kecamatan. Itu bisa difungsikan. Minimal, Kemenag di tingkat kabupaten/kota bisa menggandeng Gugus Tugas dan para pakar epidemiologi untuk bikin peta. Jangan pengurus rumah ibadahnya yang disuruh pontang-panting mengurus izin,” ujar politisi PDI Perjuangan tersebut.
Dengan sistem kerja tersebut, nanti akan keluar peta. Rumah ibadah mana saja yang sudah boleh menyelenggarakan kegiatan keagamaan dan mana yang belum boleh.
”Jadi, Kemenag yang jemput bola sebagai fungsi pelayanan kepada umat, bukan pengurus rumah ibadah yang disusahkan dengan teknis administratif,” ujarnya.
Lebih lanjut Mufti mengatakan, jika pengurus rumah ibadah di tingkat desa mengajukan surat aman dari Covid-19 ke Gugus Tugas tingkat kecamatan, belum tentu bisa memetakan angka r-naught/R0. Termasuk, angka effective reproduction number/Rt Covid-19 hingga ke level terbawah.
”Nanti, kecamatan kesusahan mengkaji R0 dan Rt sampai ke kawasan terbawah. Pasti dilempar ke kabupaten dan seterusnya. Jadinya sangat administratif. Ini takmir musala di desa-desa di Pasuruan dan Probolinggo, daerah pemilihan saya, juga pengurus gereja, tanya saya, semua menilai aturan Menag berbelit meski tujuannya bagus,” imbuh Mufti.
Dia menambahkan, dengan sistem pemetaan yang dilakukan Kemenag, dan bukan diurus sendiri oleh pengurus rumah ibadah, juga memudahkan penilaian tanggung jawab publik. Sebab, jika kemudian ada kasus penularan, maka surat aman dari Covid-19 itu akan dicabut.
”Kalau Kemenag yang jemput bola, ada nilai tanggung jawabnya. Jangan kemudian, misal masjid sudah menyelenggarakan kegiatan keagamaan, kemudian ditemukan kasus penularan, maka pengurus masjid yang akan di-bully masyarakat,” paparnya.
Seperti diberitakan, Kemenag menyiapkan panduan kegiatan keagamaan di rumah ibadah saat pandemi. Pembahasannya dipimpin oleh Menteri Agama Fachrul Razi, diikuti Wakil Menteri Agama, serta pimpinan Ditjen Bimbingan Masyarakat masing-masing agama.
“Edaran itu nantinya sebagai panduan dalam pelaksanakan kegiatan keagamaan di rumah ibadah bagi semua umat beragama dengan tetap mentaati protokol kesehatan,” ujar Fachrul Razi, Kamis (28/5).
Ketentuannya, Fachrul meminta agar kecamatan bisa memberikan rekomendasi pembukaan rumah ibadah. Pertimbangannya, kecamatan lebih mengetahui situasi daerahnya masing-masing terhadap kerentanan terdampak virus Korona.
Fachrul juga mengatakan, syarat utama pembukaan kembali rumah ibadah adalah daerah yang berada di zona hijau penularan Covid-19. Setiap bulannya juga akan dilakukan evaluasi.
“Jika ternyata dikasih izin ibadah, tapi penularan Covid-19 meningkat, ya akan dicabut (izin dibukanya rumah ibadah). Kalau tidak memenuhi syarat, tidak dibolehkan,” tuturnya. (jpg)