BOGOR – RADAR BOGOR, Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kesejahteraan tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia.
Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Anak sebagai tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa memiliki peran strategis, ciri, dan sifat khusus sehingga wajib dilindungi dari segala bentuk perlakuan tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 atas perubahan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 pasal 1 ayat 2 dan 3, bahwa “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”. (pasal 1 ayat 1)
“Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi Anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. (pasal 1 ayat 2)
Kemudian berdasarkan pasal 9 ayat 1, “Setiap Anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakat”.
Berdasarkan ketentuan tersebut, dalam rangka menjamin keberlangsungan masa depan anak sebagai generasi penerus bangsa, maka nasib anak menjadi prioritas dalam segala hal dan kondisi. Terutama perlindungan rasa aman dan pelayanan pendidikan yang layak. Terlebih dalam kondisi di tengah mewabahnya Covid-19 saat ini.
Sebagaimana dimaklumi bersama, kondisi seperti ini membuat proses belajar mengajar sangat terhambat, terganggu dan penuh ketidak pastian. Terutama bagi masyarakat pedesaan dan daerah pedalaman yang terpencil bahkan terisolir.
Jangankan untuk mendapatkan akses internet, jaringan televisi pun harus menggunakan parabola. Tentu tidak semua orang mampu memenuhi kebutuhan tersebut. Belum lagi ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang masih belum layak. Dalam kondisi normal sekalipun penuh hambatan, apalagi dalam kondisi seperti ini.
Di tengah pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seperti sekarang ini, proses pembelajaran pun seadanya sesuai kemampuan dan daya jangkau guru dalam menyampaikan pelajaran kepada anak didiknya.
Maka tidak mengherankan apabila banyak orang tua yang mengeluh karena tidak mampu memberikan bimbingan belajar kepada anaknya. Bahkan tidak sedikit yang dibuat stres karenanya. Tentu hal ini menjadi keprihatinan kita bersama untuk sesegera mungkin dicarikan solusi dalam mengatasi hambatan pembelajaran ini.
Beberapa upaya dan langkah pun kini terus dirancang oleh pemerintah kita. Dalam kondisi belum tuntas masa pemberlakuan PSBB berikut efektifitasnya yang dirasa belum maksimal, kini pemerintah punya agenda baru.
Indonesia mulai bersiap menyambut fase new normal di tengah pandemi virus corona yang terus menginfeksi jutaan orang di dunia. Pemerintah telah menginstruksikan agar fase kenormalan baru ini dapat dipersiapkan dengan baik. Seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (27/5/2020), Presiden Joko Widodo telah menyatakan Indonesia harus tetap produktif tetapi juga aman dari wabah penyakit infeksi pernapasan Covid-19. Selain itu, sosialisasi new normal diinstruksikan dapat dilakukan secara besar-besaran.
“Saya minta protokol beradaptasi dengan tatanan normal baru yang sudah disiapkan oleh Kemenkes ini disosialisasikan secara massif kepada masyarakat”, kata Presiden Jokowi saat memimpin rapat kabinet terbatas lewat video conference.
Lantas, apa itu new normal? Seperti dikutip dari pemberitaan Kompas.com, Rabu (20/5/2020), Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmita mengatakan, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal. Namun, perubahan ini ditambah dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
New normal adalah kebijakan membuka kembali aktivitas ekonomi, sosial dan kegiatan publik secara terbatas dengan menggunakan standar kesehatan yang sebelumnya tidak ada di masa sebelum pandemi Covid-19.
New normal adalah upaya menyelamatkan hidup warga dan menjaga agar negara tetap bisa berdaya dalam menjalankan fungsinya. Dan new normal adalah tahapan baru setelah kebijakan stay at home atau work from home diberlakukan selama ini.
Pada kondisi new normal ini, maka akan ada kebiasaan pola hidup baru yang akan berlaku secara normal atau mungkin dipaksakan untuk normal yang kondisi sesungguhnya tidak normal. Namun kenormalan ini dalam tatanan yang baru, yaitu dengan menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19.
Protokoler kesehatan pun mungkin masih belum jelas kesiapannya dari pemerintah. Apakah pemerintah sudah menjamin standarisasi kesehatannya dan ketersediaannya di semua tempat seperti pasar tradisional, lembaga pendidikan, angkutan transportasi umum dan tempat-tempat umum lainnya.
Tentu hal ini dipertimbangkan secara serius dan matang. Jangan ada kesan coba-coba. Juga hal ini akan memakan waktu, karena proses merubah pola hidup dan tatanan kehidupan yang melibatkan semua aspek dengan kebiasaan baru tersebut dalam jangka lama.
Sebagai gambaran saja, realitas yang sudah terjadi dalam pemberlakuan PSBB yang sifatnya sementara pun masih banyak yang melanggar. Apalagi hal ini untuk diterapkan dalam jangka waktu yang kemungkinannya cukup lama dan entah sampai kapan pandemi ini akan segera berakhir.
Kendatipun demikian, kehidupan ini harus tetap berjalan sambil beradaptasi dengan keadaan. Demikian halnya dengan nasib pendidikan anak yang harus terus diupayakan pemenuhannya agar tumbuh kembang anak dan pemenuhan pendidikannya tetap terjamin sebagai implementasi dari amanat Undang-Undang Perlindungan Anak. Proses pembelajaran secara normal akan segera kembali dilaksanakan dalam fase new normal di tengah pandemi virus corona ini.
Tentu pemerintah harus segera menyampaikan penjelasan secara terperinci sebelum fase new normal tersebut diberlakukan. Hal ini untuk meminimalisir salah tanggap dari masyarakat.
Sehingga tidak terjadi adanya penafsiran masing-masing yang justru bertentangan dengan yang dimaksudkan oleh pemerintah. Sebagai contoh dalam proses penertiban oleh petugas Kepolisian, Dishub, Tentara dan Pol PP kepada masyarakat yang tidak melengkapi APD dalam berkendaraan dan aktivitas lain, tidak sedikit terjadi pertikaian.
Hal ini boleh jadi adanya beda penafsiran dalam memahami aturan tersebut atau mungkin karena kurangnya sosialisasi sehingga kesadaran masyarakat pun juga kurang. Atau kemungkinan lainnya adalah akan terjadi uporia dari masyarakat, menganggap dengan new normal, corona sudah tidak ada. Sehingga hal tersebut mengakibatkan orang lupa diri dan merasa merdeka dari kekangan aturan PSBB yang pada akhirnya mengabaikan standar protokoler kesehatan.
Menyikap wacana pemberlakuan new normal, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pun angkat bicara. KPAI berpendapat, sebelum pemerintah dapat mengendalikan pandemi Covid-19 ini, pemerintah dapat menujau ulang dan mempertimbangkan secara matang mengenai wacana pembukaan kembali sekolah di Tahun Ajaran Baru yang merupakan rangkaian pemberlakuan/penerapan new normal.
Salah seorang Komisioner KPAI, Jasra Putra menyampaikan, dalam penerapan New Normal di dunia pendidikan, tentunya pemerintah terlebih dahulu harus memastikan sejauh mana kesiapan sekolah terkait protokol kesehatan di bidang pendidikan yang bisa dipahami secara baik dan aplikator.
Pemerintah juga harus dapat memastikan bahwa sekolah memiliki tenaga kesehatan yang bisa dikerahkan setiap saat, karena harus dievaluasi secara ketat terkait buka sekolah.
Hal ini dikarenakan kondisi Indonesia masih belum aman dari virus corona yang situasi kurvanya masih menunjukan adanya peningkatan. Sehingga diperlukan kehati-hatian untuk membuka kembali sekolah secara normal. Mengingat bahwa menjaga dan menjamin kesehatan anak-anak Indonesia merupakan hal yang teramat utama ketimbang yang lainnya. Ini karena kondisi anak-anak sangat rentan terpapar. Dengan demikian, keputusan meliburkan sekolah masih merupakan langkah kebijakan yang cukup relevan dan tepat dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. (okezone.com)
Sama halnya dengan pendapat pemerhati anak, Seto Mulyadi yang biasa disapa Kak Seto, dalam sebuah wawancara di salah satu stasiun televisi, beliau menyampaikan bahwa “keamanan kesehatan anak haruslah jadi prioritas, jika kebijakan new normal nanti diberlakukan”.
Sebagai penutup, penulis berpendapat bahwa memaksimalkan proses pembelajaran di rumah sekalipun dalam kondisi serba keterbatasan, untuk saat ini lebih septi daripada memaksakan kembali belajar di sekolah dalam kondisi yang dipaksakan kenormalannya.
Artinya mengutamakan aspek keamanan anak-anak dari terpaparnya Covid-19 jauh lebih penting daripada memaksakan dengan kemungkinan resiko yang lebih patal akibatnya.
Sekolah bisa berpotensi menjadi kluster baru dalam penyebaran Covid-19, jika tidak diperhatikan persiapan standar protokoler kesehatannya secara matang. Sebagaimana pepatah mengatakan, mencegah lebih baik daripada mengobati. Salam sejahtera untuk semua anak Indonesia. Tetap semangat belajar di rumah. Mari kita wujudkan Indonesia yang ramah anak.
Oleh: Asep Saepudin
- Sekretaris Pusat Kajian Gender-Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara
- Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat