JAKARTA-RADAR BOGOR, Beberapa kalangan yang mengkritik Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus berurusan dengan polisi. Teranyar, Ruslan Buton ditangkap pihak kepolisian karena mengkritik kinerja Presiden Joko Widodo (Jokowi). Banyak kalangan menilai penangkapan ini adalah cermin bahwa pemerintah tidak siap terhadap kritikan.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi III DPR Didik Mukrianto menegaskan, sebagai konsekuensi negara hukum, dalam konteks kebebasan sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Maka berdasarkan hal tersebut, tidak dibenarkan siapapun yang mengganggu, mengekang, mengancam, apalagi merenggut kebebasan tersebut termasuk melakukan kriminalisasi. Karena itu adalah bagian dari Hak Asasi Manusia.
“Saya sangat menyayangkan dan prihatin apabila ada upaya pembungkaman terhadap pemikiran kritis dan kritik konstruktif untuk kebaikan bangsa ini,” ujar Didik kepada JawaPos.com, Selasa (2/6).
Politikus Partai Demokrat ini menegaskn, sebagai konsekuensi negara demokrasi. Maka pemimpin dan pemerintah tidak boleh anti-kritik. Justru sebaliknya, partisipasi dan pelibatan masyarakat menjadi mutlak dibutuhkan. “Ini negara demokrasi, jangan main tangkap dan tahan, apabila ada pendapat yang berbeda dengan pemerintah,” tegasnya.
Hanya negara yang anti-demokrasi dan pemimpin yang otoriter yang menggunakan pendekatan keamanan dan membiarkan terjadinya pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan hak-hak sipil.
Menurutnya ini, sungguh mundur ke belakang kalau di negara demokrasi ini, pemikiran, diskursus, diskusi, kritik dianggap sebagai sebuah ancaman. Memandulkan dan mematikan pemikiran kritis di era demokrasi sungguh melukai dan mengingkari semangat reformasi.
“Kalau hal demikian dibiarkan, maka tidak heran seandainya ada anggapan bahwa Presiden Jokowi sudah tidak mau mendengar rakyatnya, anti kritik dan takut bayangannya sendiri,” katanya.
“Ingat salah satu transformasi besar bangsa kita saat ini adalah stabilitas politik dan keamanan yang semula dengan pendekatan keamanan, kini sedang bertransformasi menuju penegakan hukum,” tambahnya.
Didik juga menuturkan, penangkapan terhadap Ruslan Buton seharusnya dipertimbangkan dengan matang, apalagi tidak ada indikasi bahwa apa yang disampaikan Ruslan membuat masyarakat terprovokasi melakukan makar terhadap Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Karena yang disampaikan Ruslan ini tidak membuat masyarakat melakukan makar terhadap Presiden Jokowi,” ungkapnya.
Sebagai upaya penegakan hukum, seharusnya kepolisian dapat melakukan penyelidikan jika apa yang ditulis atau diucapkan seseorang di ruang publik atau media sosial terindikasi tindak pidana. Namun proses hukumnya semestinya bukan dengan langsung melakukan penangkapan ketika belum ada indikasi akibat dari pernyataan orang tersebut.
Polisi harusnya meminta keterangan ahli terlebih dulu, bukan langsung bertindak, apalagi jika upaya paksa penangkapan tersebut inisiatif polisi sendiri tanpa ada yang melaporkannya dulu.
Bahkan dengan adanya laporan pun, penindakan kepolisian harus tetap elegan, proper dan proporsional. Caranya dengan mengumpulkan alat bukti terlebih dulu, termasuk keterangan ahli, penetapan tersangka, dan pemanggilan.
Polri harusnya lebih transparan, profesional dan akuntabel, serta meningkatkan standar due process of law dalam menjalankan kewenangannya. Apalagi dalam menangani tindak pidana yang bukan kejahatan dengan kekerasan.
Dengan kejadian ini jangan sampai kerja-kerja positif Polri alam penindakan kejahatan-kejahatan yang membahayakan masyarakat terciderai oleh upaya paksa terhadap dugaan tindak pidana berdasar pasal-pasal karet.
“Berkaca kejadian ini, sungguh pukulan berat bagi pecinta demokrasi, jangan sampai kejadian tersebut dianggap sebagai potret yang sangat memilukan dan memalukan wajah Indonesia sebagai negara demokrasi,” ungkapnya.
Untuk itu apabila Presiden Jokowi masih menganggap demokrasi harus tetap dijaga kemurnian dan tujuannya. Maka Didik berharap Presiden Jokowi, pemerintah dan aparat pemerintah untuk terus menjamin hak-hak rakyatnya termasuk kebebasan berpendapat sebagaimana dimanatkan dalam konstitusi.
Diketahui, Ruslan Buton ditangkap setelah membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam bentuk rekaman suara pada 18 Mei 2020. Kemudian, rekaman suara itu menjadi viral di media sosial.
Dalam rekamannya, Ruslan mengkritisi kepemimpinan Presiden Jokowi. Menurut Ruslan Buton, solusi terbaik untuk menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai kepala negara.