Fase New Normal, Harapan atau Masalah Baru?

0
47
Asep Saepudin

BOGOR – RADAR BOGOR, Kian hari makin santer diperbincangkan di berbagai kalangan, baik anak muda hingga dewasa, kalangan awam sampai akademisi, rakyat biasa apalagi penguasa.

Mereka kian akrab dengan istilah baru ini. Istilah ini sangat mudah ditemui oleh masyarakat dalam berbagai platform media. New normal dikatakan sebagai cara hidup baru di tengah pandemi Covid-19 yang angka kesembuhannya makin meningkat.

Beberapa daerah telah membuat aturan terkait penerapan new normal sambil terus melakukan upaya pencegahan Covid-19. Semua disibukan dengan dengan wacana menyambut fase baru dalam rangkaian penanganan dan pengendalian Covid-19 yang hingga kini belum ada tanda-tanda kapan akan berakhirnya.

Namun masyarakat diharapkan mengikuti aturan tersebut dengan selalu menerapkan protokol kesehatan dalam setiap aktivitasnya, terlebih jika terpaksa harus ke luar rumah.

Ya, harapan harus selalu digelorakan. Peran pemerintah dalam mengambil kebijakan yang akurat dalam perhitungan dan matang pada pertimbangan adalah kunci utamanya.

Kemudian digenapkan dengan kekompakan semua elemen masyarakat dalam penerapan setiap protokoler yang sudah ditetapkan pihak berwenang tersebut merupakan penyempurnanya.

Sebagaimana difahami bersama, new normal adalah langkah percepatan penanganan Covid-19 dalam bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Skenario new normal dijalankan dengan mempertimbangkan kesiapan daerah dan hasil riset epidemiologis di wilayah terkait.

Ahli bahasa Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat dari Universitas Indonesia menjelaskan, bahwa Badan bahasa sudah memberikan istilah Indonesianya yaitu Kenormalan Baru.

Kata Normal sebetulnya dalam bahasa Inggris sudah dijadikan nomina makanya jadi New Normal. Badan bahasa kemudian membuat padanannya menjadi Kenormalan. Karena kalau normal itu adjektiva kata sifat, jadi new normal bisa difahami sebagai Kenormalan Baru.

Sementara itu, menurut Prof Amin Soebandrio, Kepala Lembaga Biologi Molekuler atau LBM Eijkman sempat menyatakan, virus corona tidak akan hilang dari muka bumi dalam waktu yang lama.

Karena itu, istilah berdampingan lebih tepat digunakan daripada berdamai dengan virus corona. Perbedaan maknanya adalah bahwa berdampingan itu bisa saja tetap demikian, namun pada posisi bermusuhan.

Beda halnya dengan istilah berdamai, dari sudut virologi, istilah berdampingan itu lebih dapat dipraktikkan pada fase new normal yang kemungkinan akan berlangsung dalam jangka waktu yang lama tersebut.

Jadi, yang perlu dilakukan adalah mengenali virus tersebut untuk bisa mencegah penularannya. Manusia punya sejarah dan pengalaman hidup berdampingan dengan mikroba seperti virus influenza, HIV dan demam berdarah.

Dari gambaran penjelasan di atas, di satu sisi mungkin terasa mencemaskan dengan kekhawatiran akan timbulnya masalah baru, yaitu fase yang belum ada kepastian seberapa lama masa yang akan dilalui tersebut dan seberapa siapkah kita menjalaninya.

Karena jika tidak dipersiapkan dengan perhitungan secara matang, bukan sebuah kemustahilan berpotensi menjadi blunder fatal. Bukan malah mengatasi masalah, namun menjadi masalah baru yang lebih serius lagi.

Untuk itu, Organisasi kesehatan dunia WHO telah menyiapkan pedoman transisi menuju new normal selama pandemi Covid-19. Dalam protokol tersebut, negara harus terbukti mampu mengendalikan penularan Covid-19 sebelum menerapkan new normal.

Menurut Direktur Regional WHO untuk Eropa Henri P Kluge, pengendalian ini juga harus bisa dilakukan di tempat yang memiliki kerentanan tinggi misal panti jompo, fasilitas kesehatan mental, lembaga pendidikan dan wilayah dengan banyak penduduk. Langkah pengendalian dengan pencegahan juga harus diterapkan di tempat kerja seperti jarak fisik, fasilitas mencuci tangan dan etika pernapasan.

Sejalan dengan WHO, Indonesia pun sedang merancangnya dalam rangka memasuki fase itu. Presiden Jokowi telah meminta seluruh jajarannya mempelajari kondisi lapangan untuk mempersiapkan tatanan normal yang baru di tengah pandemi Covid-19.

Saat ini sudah ada 4 provinsi serta 25 kabupaten/kota yang tengah bersiap menuju new normal.Saya minta protokol beradaptasi dengan tatanan normal baru ini yang sudah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan ini disosialisasikan secara massif kepada masyarakat”, kata Jokowi.

Penerapan new normal nantinya bersamaan dengan pendisiplinan protokol kesehatan yang dikawal jajaran Polri dan TNI. Selanjutnya, tatanan normal yang baru akan diperluas jika dinilai efektif.

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil yang biasa disapa Kang Emil pun menunjukan sikap optimisnya. Menurutnya, per awal minggu ini, indeks reproduksi virus corona di Jawa Barat di angka 0,68. Indeks angka 1 atau kurang dari 1 selama 14 hari, artinya masuk kategori terkendali.

Tentu ini suatu hal yang menggembirakan dan menunjukan harapan yang sedikit melegakan, namun harus tetap dalam kesiagaan. Jika kondisi ini dapat dipertahankan atau bahkan lebih menurun lagi, tentu kombinasi proporsional antara Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) menjadi sebuah harapan yang menggembirakan.

Begitupun untuk Kabupaten Bogor yang masih tertatih-tatih di zona merah menuju zona berikutnya dalam upaya pengendalian Covid-19. Sehingga Bupati memperpanjang masa PSBB hingga 4 Juni mendatang. Ini pertanda bahwa Kabupaten Bogor masih memiliki potensi kerawanan penyebaran Covid-19.

Berdasarkan kurva penularannya, di Kabupaten Bogor memang belum sepenuhnya melandai. Hal ini dibuktikan dengan dengan terjadinya peningkatan penularan sejak Kamis dan Jumat kemarin sebanyak 13 pasien Covid-19 baru dalam dua hari tersebut. Jika hingga enam hari berikutnya terjadi penurunan, maka Kabupaten Bogor bisa masuk ke fase penerapan new normal yang sudah dirancang oleh pemerintah pusat.

Seyogyanya, seorang muslim menanamkan keyakinan dan sikap optimis dengan selau berhusnuzhon kepada Allah. Senantiasa memadukan antara rasa harap dan takut dalam setiap doa dan usahanya.

Karena keduanya merupakan kuci dalam upaya menghadapi wabah ini. Dengan adanya wabah Covid-19 ini diharapkan semakin meningkatkan keimanan dan mendekatkan diri dengan Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu yang terjadi di alam dunia ini.

Berharap bahwa wabah ini akan segera berakhir dengan kuasa-Nya dan takut atau khawatir kita tidak sabar dalam menghadapinya, sehingga terjatuh dalam keputusasaan. Allah berfirman, “Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu kepada Kami”. (QS. Al-Anbiya’: 90)

Apabila terlalu besar dan mendominasi rasa takut (khauf), maka akan terjerumus dalam keputusasaan dari rahmat Allah, padahal Allah Maha Pengasih. Pun demikian jika sebaliknya.

Kalau terlalu besar dan mendominasi rasa raja’ (berharap), maka akan terjerumus dalam menghilangkan rasa takut kepada setiap ujian dan azab Allah. Sehingga selalu menganggap sepela atas setiap musibah yang terjadi dan tidak pernah mengambil pelajaran darinya. Semoga di fase new normal nanti kita diberikan kekuatan dalam menjalanainya sesuai dengan standar protokoler kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah.

Sebagai masyarakat sudah seharusnya mematuhi setiap kebijakan tersebut. Selalulah berprasangka baik, bahwa semua itu demi kemaslahatan kita bersama. Jangan terpengaruh apalagi terprofokasi oleh setiap isu yang tidak jelas yang memperkeruh suasana bahkan menyudutkan pemerintah. Jika kita taat dan kompak, yakinlah pandemi ini akan berlalu. New normal adalah sebuah keniscayaan dan harapan baru. (*)

Asep Saepudin

  • Sekretaris Pusat Kajian Gender-Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Visi Nusantara
  • Ketua Bidang Dakwah dan Kajian Keagamaan Pemuda Muhammadiyah Jawa Barat