Bagaimana Indonesia Menghadapi Krisis Pangan Global saat Pandemi Covid-19?

0
52
Amelya Setyawati
Amelya Setyawati

RADAR BOGOR, Saat ini dunia sedang dihebohkan dengan wabah virus corona (covid-19). Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan pandemi Covid-19 dapat memengaruhi ketahanan pangan global.

Hal ini disebabkan, Covid-19 telah mengganggu ketersediaan tenaga kerja dan rantai pasokan. Selain itu, FAO juga memeringatkan bahwa dunia akan mengalami krisis pangan di akhir Agustus 2020.

Mentan Syahrul mengatakan permasalahan medis dapat diselesaikan dalam kurun waktu 2 sampai 3 bulan ke depan. Sedangkan, permasalahan ketahanan pangan atau kebutuhan perut dapat memakan waktu 1 hingga 2 tahun ke depan ujarnya saat menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) secara daring bersama Komisi IV DPR RI, Senin (4/5/2020).

Saat ini, beberapa solusi yang ditawarkan oleh pemerintah seperti bantuan sosial melalui pembagian sembako dan pemberian uang tunai dari beragam pos dana sosial belum menjangkau seluruh kelompok rentan.

Kebijakan kompensasi memang berperan penting menyelamatkan masyarakat yang berada pada ruang konsumsi margin, tetapi tidak efektif untuk ketahanan jangka panjang di tengah ketidakpastian kapan pandemi berakhir.

Selain itu, perlu dievaluasi kembali terkait kebijakan presiden yang dikatakan untuk membuka lahan baru merupakan kebijakan yang tepat di tengah semakin kompetitifnya lahan dan ancaman terhadap keanekaragaman hayati dan ekosistem alami.

Peran Industri

1. Membuat pangan darurat dengan menggunakan bahan baku dari alam yang memiliki ketersediaan banyak, mudah dijangkau dan didistribusikan, serta bergizi.

2. Mengembangkan kebijakan pelabelan dan iklan yang lebih informatif dan edukatif dalam rangka pendidikan pangan dan gizi yang lebih sehat. Perhatian khusus perlu diberikan untuk produk pangan yang didesign khusus, misalnya untuk anak-anak dan kelompok berkebutuhan khusus.

3. Membuat program pendidikan masyarakat yang mendorong gaya hidup sehat; termasuk aktivitas fisik aktif; seperti olahraga, gizi berimbang, dan lain-lain.

4. Membuat program pendidikan masyarakat yang mendorong penghargaan lebih terhadap bisnis dan produk lokal, menghargai lingkungan, dan lain-lain.

Ketahanan pangan jangka panjang dapat dicapai jika pemerintah melibatkan pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan. Misalnya, pihak kampus atau lembaga penelitian dan industri pangan.

Kerja sama antar-pemangku kepentingan dibutuhkan untuk mencapai kesamaan pemahaman sekaligus mengidentifikasi katalis dan hambatan potensial menuju perubahan kebijakan.

Selain kebijakan, konsistensi implementasi yang berkelanjutan juga penting, bukan hanya heboh di depan tetapi melempem dalam perjalanannya. Tata kelola lahan yang tidak berkelanjutan (unsustainable land management) dapat menurunkan produktivitas lahan di samping semakin minimnya lahan produktif akibat pemukiman dan indutrialisasi.

Terakhir, monitoring dan evaluasi yang tepat dibutuhkan untuk mengawal implementasi kebijakan. Meskipun dalam masa pandemi seperti saat ini, monitoring dan evaluasi perlu dilakukan untuk menjaga agar kebijakan tetap akuntabel, konsisten di jalurnya, dan tepat sasaran. Mari mulai dari diri sendiri, mulai dari yang kecil, dan mulai sekarang juga.(*)

Oleh: Amelya Setyawati
Mahasiswi Magister Teknologi Pangan IPB