RADAR BOGOR – Jawa Timur kembali mencatatkan pertumbuhan kasus tertinggi infeksi Covid-19 dari seluruh provinsi di Indonesia. Sabtu (20/6) tercatat 394 orang terkonfirmasi positif korona. Provinsi lain yang juga tinggi penambahan kasusnya adalah DKI Jakarta sebanyak 180 orang, Sulawesi Selatan 112 orang, dan Jawa Tengah 98 orang.
Pertumbuhan kasus positif di Jatim diikuti dengan pertambahan pasien sembuh sebanyak 102 kasus sembuh. Lalu, Jakarta 122 kasus sembuh, Sulsel 76, dan Jateng 20 orang sembuh.
Dengan pertumbuhan kasus pada periode 19-20 Juni 2020 tersebut, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mencatat penambahan kasus positif sebanyak 1.226 orang.
Dengan demikian, total secara nasional menjadi 45.029 kasus. Pasien sembuh bertambah 534 orang sehingga menjadi 17.883 orang.
”Selanjutnya untuk kasus meninggal menjadi 2.429 dengan penambahan 56 orang,” kata Jubir Pemerintah untuk Covid-19 Achmad Yurianto.
Akumulasi data kasus tersebut diambil dari hasil uji pemeriksaan spesimen sebanyak 19.917 pada hari sebelumnya, Jumat (19/6). Total akumulasi yang telah diuji menjadi 621.156 spesimen.
Yuri menegaskan bahwa angka tersebut tidak tersebar merata dan mencerminkan kondisi seluruh Indonesia. Ada beberapa wilayah yang mencatat penambahan kasus dengan jumlah tinggi, tetapi ada beberapa yang sama sekali tidak melaporkan penambahan kasus positif. ”Pertambahan kasus tinggi ini karena contact tracing yang agresif dan tes yang semakin masif,” jelas Yuri.
Sebanyak 19 provinsi mencatatkan pertumbuhan kasus di bawah 10, sementara 7 provinsi melaporkan tidak ada pertambahan kasus positif.
Ada beberapa daerah yang mengalami pertambahan kasus sembuh yang signifikan. ”Antara lain, Banten yang melaporkan 15 kasus baru dan 31 kasus sembuh. Sulawesi Tenggara 3 kasus baru dan 10 sembuh serta Provinsi Kepulauan Riau 1 kasus baru berbanding dengan 10 sembuh,” jelas Yuri.
Sosialisasi Kenormalan Baru
Peneliti utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) R. Siti Zuhro mengatakan, pandemi Covid-19 membuat perilaku masyarakat Indonesia berubah cukup dramatis.
Pandemi yang diikuti kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mengubah pola hidup mulai kegiatan sosial, budaya, ekonomi, politik, hingga hukum. ’’PSBB yang dilakukan pemerintah menyebabkan pelayanan publik sempat terhambat,’’ katanya kemarin.
Guru besar riset dari Pusat Penelitian Politik LIPI itu menjelaskan, peralihan menuju kenormalan baru (new normal) tidak bisa dilepaskan begitu saja.
Dia mengatakan, kebijakan new normal perlu dibarengi dengan edukasi serta sosialisasi yang masif kepada seluruh elemen masyarakat. ’’Perlu edukasi dan sosialisasi bagi masyarakat yang akan mengakses layanan publik,’’ katanya.
Peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Rusli Cahyadi mengatakan, dalam persiapan menuju kenormalan baru, ada sejumlah hal penting dalam konteks ilmu atau norma sosial. Misalnya, mengenai kepatuhan masyarakat untuk mengikuti anjuran pemerintah.
Dia juga mengatakan, isu ketidakadilan sosial, isu budaya, isu polarisasi sosial politik ikut berperan menentukan sukses atau tidaknya masa transisi ini di tengah masyarakat.
Sementara itu, peneliti Pusat Penelitian Kependudukan LIPI Deny Hidayati mengatakan, LIPI melakukan survei dampak PSBB terhadap aktivitas kehidupan masyarakat.
Dari hasil survei itu diketahui bahwa 3,2 persen responden mengaku tidak keluar rumah sama sekali. Kemudian, 82,5 persen responden keluar rumah hanya untuk membeli keperluan penting dan 10,6 persen responden mengaku keluar rumah untuk bekerja.
Sisanya, meskipun hanya sedikit, mengaku tetap melakukan aktivitas di luar rumah seperti sebelum ada pandemi Covid-19. (tau/wan/c10/fal)