PDIP: Ingat Kata Bung Karno, Pangan adalah Hidup Matinya Sebuah Bangsa

0
30
Petani Desa Bojong, Klapanunggal, Kabupaten Bogor berdiri di area sawah yang mengalami kekeringan dan gagal panen. Hendi/Radar Bogor
Petani Desa Bojong, Klapanunggal, Kabupaten Bogor berdiri di area sawah yang mengalami kekeringan dan gagal panen. Hendi/Radar Bogor

JAKARTA-RADAR BOGOR, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menjadikan Bulan Bung Karno sebagai momentum berbenah kembali agar Indonesia bisa berdaulat pangan. Pasalnya, pangan merupakan aspek mendasar untuk memenuhi kebutuhan masyarakat agar terciptanya kehidupan sosial yang maju.

Pernyataan itu disampaikan Ketua Bidang Kelautan, Perikanan dan Nelayan DPP PDI Perjuangan Rokhmin Dahuri saat membuka webinar dengan tema “Kedaulatan Pangan dalam rangka peringatan Bulan Bung Karno” pada Selasa (23/6/2020).

Hadir dalam diskusi itu, Guru Besar Ilmu Perekonomian Pertanian Unila Bustanul Arifin, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, anggota DPR Komisi IV Mindo Sianipar, Kirana Larasati dan ratusan pengurus PDIP di tingkat daerah.

Rokhmin menerangkan, PDIP sejak dulu selalu mengutamakan kemandirian bangsa melalui kedaulatan pangan. Bahkan, hal itu selalu disuarakan oleh Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri dalam berbagai acara internal maupun eksternal partai.

Ada alasan yang kuat untuk itu. Dia mengutip pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), yang merumuskan hasil penelitian bahwa suatu negara dengan penduduk dari 100 juta itu akan sukar menjadi maju sejahtera dan berdaulat, kalau kebutuhan pangannya bergantung pada impor.

“Karena itu, kalau saudara mengikuti Rakornas, atau rapat-rapat nasional partai yang lainnya, ibu Ketua Umum selalu menekankan betapa seluruh pilar partai baik di eksekutif, legislatif dan struktur partai di seluruh tanah air harus benar-benar memperkuat dan mengembangkan kedaulatan pangan kita,” kata Rokhmin.

Lebih lanjut, Rokhmin menuturkan, WHO juga mensinyalir masa pandemi ini membuat negara-negara dunia rentan krisis pangan. Karena itu, PDIP mendorong kedaulatan pangan terjadi di Tanah Air, bukan hanya mandiri secara terpusat, tetapi hingga desa per desa di Indonesia.

“Baik untuk masa pandemi ataupun pasca,” tegas Rokhmin.

Menteri Kelautan dan Perikanan era Kabinet Gotong Royong ini menambahkan, ada beberapa hal yang membuat kedaulatan pangan sangat strategis bagi Indonesia. Pertama, kedaulatan pangan menentukan kesehatan, kecerdasan, individu maupun kualitas SDM yang ujungnya adalah kemajuan dari bangsa.

“Kemudian alasan kedua bahwa pasokan pangan global cenderung menurun akibat pertambahan jumlah penduduk, kerusakan lingkungan, dan terakhir mafia pangan,” kata dia.

Di samping itu, pertambahan penduduk juga harus disertai dengan peningkatan produktivitas pangan. Apabila terjadi kekurangan pangan, maka akan memicu gejolak sosial dan politik.

“Ini contohnya, bagaimana korelasi antara konsumsi protein komponen penting dari pangan. Kalau semakin tinggi konsumsi proteinnya, semakin maju bangsa tersebut. Bahkan, menurut penelitian bahwa andaikan bumi ini suhunya meningkat 1 derajat celcius, maka produksi pangan dunia itu akan berkurang 10 persen,” jelas dia.

Rokhmin juga mengingatkan pidato Proklamator RI Bung Karno pada 1952 yang menyebut pangan adalah hidup mati sebuah bangsa. Hal itu pun diamini oleh WHO. Beruntung Indonesia memiliki potensi itu karena sebagai negara agraris dan maritim terbesar di dunia.

Karena dengan luas lahan dan laut yang subur harusnya bangsa ini tidak hanya berdaulat pangan, tetapi seharusnya sudah menjadi pengekspor bahan pangan dunia atau feeding the world.

“Harusnya bisa memberi makan masyarakat dunia. Ini pidatonya Bung Karno yang sangat heroik dan futuristik pada 1952 di Kampus ITB, Baranangsiang,” jelas dia.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Perekonomian Pertanian Unila, Bustanul Arifin menambahkan, negara yang solid wajib menguatkan stok pangan hingga di sektor domestik.

Ia khawatir apabila produksi pangan domestik tak kuat, maka akan melahirkan konflik sosial dan politik yang serius di tengah pandemi Covid-19 ini.

“Bantuan sosial tunai juga perlu menjaga daya beli dan akses pangan yang berdampak Covid-19. Bahkan untuk menjaga kecukupan gizi dan status balita, agar terhindar dari stunting,” jelas Bustanul.

Selain itu, Ekonom Senior INDEF ini mendorong Bulog terus membeli gabah petani. Lalu membuat skema pengadaan beras dalam negeri, dengan insentif harga memadai. Dia juga menyarankan adanya pembenahan sistem logistik, distribusi, dan penyediaan pangan pada daerah perkotaan dan defisit.

“Integrasi kebijakan ekonomi makro dalam bioteknologi modern, smart farming, pertanian presisi, penguatan kelembagaan rantai nilai, pemanfaatan IPTEK. Pemanfaatan e-commerce untuk meningkatkan skala usaha juga penting,” pungkasnya. (jpg)